“Vi ada acara nggak lo hari ini?”
Tanya Adine.
“Hmm emangnya mau kemana? Kalau
ke diskotik gue mau tapi kalau tempat-tempat membosankan gue nggak mau ah
males” Jawab Via dengan sombongnya.
“Yaah gue males Vi kalau ketempat
diskotik-diskotik gitu bau pemabuk.” Kata Adine.
“Iya gue juga, males mending ke
mall deh jalan-jalan.” Sahut Angga.
“Yaudah kalian bertiga aja gue
sibuk, udah ya gue pulang dulu pake mobil baru gue bye...”
Saktia
Oktapyani atau yang lebih dikenal dengan panggilan Via, remaja berusia 19 tahun
ini memang terkenal dengan sifatnya yang sombong dan arogant. Sampai-sampai
teman-temannya pun muak dengan sifatnya.
“Tin!! Tin!! Tin!!!”
“Aduh hati-hati dong nek kalau
jalan, nyebrang nggak pake mata sih ah mobil saya nanti lecet nih!!” Kata Via
yang hampir saja menabrak seorang nenek-nenek.
“M-maaf cu nenek nggak sengaja,
nenek lagi melamun.” Jawab nenek tersebut.
“Aaah ca cu ca cu ca cu emangnya
gue cucu lo! Udah sana minggir ah ngalangin halan aja sih.” Kata Via yang
langsung menginjak pedal gas nya dan langsung pergi.
“Nek, nenek nggak apa-apa?” Kata
Adine yang tadi melihat kejadian tersebut.
“Nggak apa-apa kok cu, nenek
nggak luka kok.” Jawab nenek tersebut.
“Ohh yaudah bagus deh nek, maafin
kelakuan temen saya ya nek dia itu emang orangnya gitu.” Sahut Andre.
“Iya nggak apa-apa nenek juga kok
tadi yang salah.”
“Yaudah nenek bisa pulang sendiri
kan? Udah nggak jauh nek rumahnya? Atau perlu kita antar?” Kata Angga yang
menawarkan tumpangan.
“Nggak usah cu nggak usah
ngerepotin, rumah nenek udah deket kok diseberang sana.”
“Yaudah hati-hati ya nek.”
“Gila tuh Via makin hari makin
nggak bener aja kelakuannya.” Kata Andre kesal.
“Kayaknya kita harus kasih
pelajaran deh buat dia.” Kata Adine.
“Caranya?” Tanya Angga dan Andre
secara bersamaan.
“Hmmm gue tau caranya...”
Sesampainya
Via dirumah.
“Bi bikinin sirup dong bi!! Antar
kekamar aku yaa!!” Teriak Via sembari berjalan kekamarnya.
“Iya non, sebentar ya.”
Tak
lama kemudian bibi tersebut datang membawakan sirup pesanan Via.
“Ini non sirupnya.”
“Yaudah taruh situ bi.”
Saat
Via meminumnya.
“Ah ini apaan bi?! Kok sirup
nggak manis gini ah tawar ini sih kayak minum air putih!” Kata Via membentak
bibi tersebut.
“Masa sih non perasaan tadi bibi masukin
sirupnya banyak kok.”
“Ah udahlah nggak usah, semua
bikin bete mulai dari kampus sampe dirumah bikin kesel semua!!” Kata Via
marah-marah sambil membanting gelas tersebut.
Bibi
nya pun hanya terdiam saja, ia hanya bisa sabar menghadapi sifat Via dirumah
itu. Via tinggal bersama orang tuanya dan bibi nya. Namun orangtua Via sibuk
dengan pekerjaannya sampai-sampai Via jarang mendapat perhatian orangtuanya,
maka dari itu sifatnya menjadi seperti ini.
Sore
itu Angga, Andre dan Adine datang kerumah Via berniat untuk mengajak Via
shopping di salah satu mall di kawasan Jakarta Pusat, yakni di FX Sudirman.
“Tok!! Tok!! Tok!!!”
“Iya sebentar.” Kata bibi.
“Eh non Adine, den Angga sama
Andre. Silahkan masuk non Via nya ada dikamar atas.”
“Eh iya bi makasih ya tau aja
kita mau ketemu Via hehe.”
Mereka
bertiga langsung menuju kamar Via.
“Tok!! Tok!! Tok!!”
“Siapa?”
“Adine, Angga, sama Andre, Vi.”
“Oh yaudah masuk nggak dikunci.”
“Ada apa nih tumbenan kalian
dateng kemari.”
“Jadi gini Vi, kan weekend besok
gue ulangtahun nih, nah rencananya gue mau ngajak lu sama Adine + Angga
shopping di FX.” Kata Andre.
“Hah?! Serius Ndre?”
“Iya serius Vi, makanya kita
dateng kesini mau nanya, lo mau ikut nggak?”
“Ya jelas mau dong aduh tau aja
hobi gue shopping haha eh tapi inget gue maunya di traktir merk yang berkelas,
jangan sembarangan merk. Gimana?” Kata Via.
“Yeeh iya-iya urusan gampang
itu.” Jawab Andre.
“Okedeh weekend ini kan? Gampang
bisa diatur.”
4
hari pun berlalu, tibalah malam minggu dimana Andre menjanjikan ingin
membelanjakan teman-temannya termasuk Via.
“Bi aku berangkat ya, udah di
jemput sama temen-temen tuh.” Kata Via.
“Iya non hati-hati.”
“Jadi kita shopping?” Tanya Via
kepada teman-temannya yang berada di mobil.
“Ya jadilah ayo!!!” Kata Andre
bersemangat.
Sesampainya
di parkiran FX saat mereka berempat keluar dari mobil terdengar seperti
teriakan orang yang sedang kesakitan.
“Eh ada yang denger sesuatu
nggak?” Kata Angga.
“Iya-iya gue denger, ih itu apaan
sih?” Tanya Via.
“Kayaknya suara orang kesakitan
deh.” Sahut Andre.
“Eh eh itu lihat ada bayangan..”
Kata Adine.
Terlihat
sosok bayangan laki-laki memakai topi koboi seperti sedang menyeret sesuatu dan
yang diseret itu ada bekasnya, seperti bekas darah.
“Ah serem ah udah yuk masuk.”
Kata Via.
“Yuk yuk.”
4
Jam sudah mereka berkeliling FX dan sudah habis sekitar 10 juta tabungan Andre
untuk mentraktir teman-temannya itu. Jam sudah menunjukan pukul 11 malam dan FX
pun sudah mulai sepi, sepertinya sudah mau tutup. Mereka langsung bergegas
menuju mobil untuk pulang, tetapi saat mereka ingin bergegas pulang.
“Eh aduh gue kebelet kencing
nih.” Kata Angga.
“Aduh kenapa nggak daritadi
ajasih lu kecing di FX, giliran udah diparkiran lu kebelet kencing.” Gerutu
Andre.
“Hehe panggilan alam bro.”
“Yaudah cepetan gih, mana serem
plus sepi begini lagi nih basement.” Kata Via.
“Yaudah kalian tunggu sini ya gue
mau nyari toilet dulu.”
Saat
Angga sedang mencari-cari toilet tiba-tiba.
“Ahhhh!!!!!!!”
“Eh itu siapa yang teriak?!” Kata
Adine.
“Ini kayaknya suara Angga, Dine.
Kita cari yuk.” Kata Andre.
“Yah aduh Ndre nggak usah disini
aja ya, serem banget.” Kata Via.
“Vi Angga lagi dalam masalah
kayaknya kita harus cari dia. Biar cepet ketemu kita berpencar ya, ketemu lagi
disini 15 menit dari sekaraang oke. Ayok berpencar.”
“Ndre Ndre...” Belum selesai Via
berbicara Andre dan Adine langsung berpencar meninggalkan Via sendirian.
“Aduh kenapa ditinggal sendirian
gini sih mana serem banget lagi yaampun.” Gerutu Via dalam hati.
Terpaksa
Via berpencar sendirian, ia jalan menuju basement P2 menuju tangga darurat,
saat ia mengintip ke tangga itu.
“I-itu..” Via tak bisa berbicara,
ia melihat jasad Angga sedang diseret naik ke tangga tersebut. Ia juga melihat
dada Angga yang sudah berlumuran darah.
“Guys gue lihat Angga.” Via
mengirim pesan singkat kepada Andre dan Adine.
“Dimana?” Balas Andre.
“Dimana Vi?” Balas Adine.
“Kita ketemu sekarang di mobil,
gue ceritain.”
Akhirnya
mereka semua berkumpul ditempat awal mereka berkumpul.
“Vi.. Lo kenapa?” Tanya Adine
yang melihat Via menangis.
“Angga, Dine Angga...”
“Angga kenapa Vi? Jawab.” Kata
Andre.
“Tadi gue lihat dia diseret-seret
sama orang pake jubah item sama topi, dan kayaknya Angga udah meninggal, gue
juga liat luka tusukan di dada kiri Angga.” Kata Via sambil memeluk Adine.
“Hah?! Nggak Vi lu pasti salah
liat, itu pasti bukan Angga.” Kata Andre tidak percaya.
“Itu Angga, Ndre nggak mungkin
gue salah liat.”
“Yaampun, ada yang aneh kayaknya
sama basement ini. Eh ini basement P4 ya?” Tanya Andre.
“Iya, Ndre. Kenapa emangnya?”
“Gue pernah denger kalau disini
itu ada psikopat yang lolos dari rumah sakit jiwa, dan kabarnya psikopat itu
belum ketangkep sampai sekarang.”
“Lu bercanda kan Ndre?” Tanya
Via.
“Ini serius, gue pernah baca
diinternet dan banyak juga kok tersebar di surat kabar.”
“Ah iya gue juga pernah baca
disalah satu koran kalau ada kasus pembunuhan di sini tepat lokasinya.” Kata
Adine.
“Terus gimana? Kita semua dalam
bahaya Ndre, Dine.” Kata Via panik.
“Yaudah yaudah tenang, kita harus
cepet-cepet keluar dari sini.”
Saat
mereka bertiga memasuki mobil, Andre mencari kunci mobilnya dan ternyata kunci
tersebut berada di tas Angga.
“Yah ampun kuncinya sama Angga,
di tas Angga.”
“Yaampun terus gimana Ndre? Tas
nya kan sama Angga nah Angganya..” Belum selesai Via berbicara, Andre memotong
pembicaraannya.
“Kita harus ambil tas itu, itu
jalan satu-satunya kita bisa lolos dari psikopat itu.”
“Tapi Ndre siapa yang mau
ngambil? Nggak mungkin salah satu dari kita.” Kata Adine.
“Gue, gue yang bakal ngambil
Dine. Gue yang tanggung jawab.” Kata Andre memberanikan diri.
“Ndre nggak Ndre, gue nggak mau
nasib lo berakhir kayak Angga. Kita harus sama-sama.”
Tiba-tiba
saat mereka sedang berdebat, ada seseorang mencoba menerobos masuk melalui kaca
mobil belakang, orang itu memukul-mukul kaca belakang menggunakan linggis.
“Dar!!!” Terdengar suara kaca
jendela yang dipukul menggunakan linggis.
“Aaahhhhh!!!!” Teriak Via dan
Adine.
“Keluar lewat pintu kiri!! Cepat
kalian harus lari biaar gue yang ngadepin dia!!”
Via
dan Adine langsung keluar melalui pintu disebelah kiri dan langsung berlari
menjauh, mereka melihat Andre berkelahi dengan psikopat itu.
“Jadi lu yang udah bunuh temen
gue, lu nggak bakal bisa bunuh gue atau temen-temen gue lagi!!!”
Psikopat
itu tak berbicara sepatah kata pun, ia langsung mengeluarkan pisau yang ada
dibalik jubahnya.
“Andre!! Lari cepet!!!” Teriak
Via.
“Vi, Dine lari cepet udah gue
bisa urus i...” Belum selesai Andre berbicara tiba-tiba ia ditusuk perutnya
oleh psikopat tersebut.
“Andre!!!!!” Teriak Via.
Via
dan Adine melihat Andre tersungkur, darah keluar dari perutnya. Dan psikopat
itu langsung menatap kearah mereka berdua, seolah ingin memburu mereka.
“Vi udah Vi kita harus nyelametin
diri, ayo lari!!” Kata Adine berbisik.
Adine
dan Via berlari menuju P3 menggunakan lift, tapi saat lift itu terbuka mereka
berdua melihat sesosok nenek-nenek dengan muka yang hancur bersama dengan anak
kecil disebelahnya.
“Aaaaaa!!!!!” Sontak mereka berdua
berteriak ketakutan, mereka pun melanjutkan berlari menuju lantai P2.
“Vi gue capek aduh gue udah nggak
kuat nih.” Kata Adine yang sudah ngos-ngosan.
“Dine ayo kita harus kuat, kita
harus cari pintu keluar di basement ini.” Kata Via.
“Vi lo jalan duluan deh gue mau
ngelurusin kaki.”
“Aduh Dine nggak ada waktu buat
istirahat.”
Tiba-tiba
psikopat itu muncul lagi ia langsung berlari kearah mereka berdua.
“Dine ayo lari!!” Kata Via.
Adine
pun kembali beriri dan langsung berlari kembali bersama Via. Tapi saat sudah
beberapa meter ia berlari, Adine terjatuh karena pergelangan kakinya keram.
“Adine!! Ayo bangun!!”
“Nggak bisa Vi, kaki gue keram
aaaahhhh!!” Kata Adine sambil menjerit kesakitan.
“Dine ayo gue nggak bisa
ninggalin lo sendirian disini.”
“Vi percaya gue bakal nyusul lo,
gue bakal aman. Sekarang lo lari duluan.”
“Janji Dine, janji.” Via langsung
berlari ketakutan ia bersembunyi dibalik pos satpam.
“Aduh ini satpam mana lagi masa
nggak ada yang bisa dihubungin sama sekali gini sih.”
Tak
lama kemudian Via mendengar ada yang datang seperti membawa sesuatu yang
diseret, saat Via mengintip ia melihat psikopat tersebut membawa jasad Adine
sambil diseret menuju mobil psikopat tersebut.
“Ya Tuhan tolong lah aku ya
Tuhan.”
Psikopat
itu mendengar keluhan Via, ia mendekati pos satpam yang menjadi tempat
persembunyian Via. Dan benar saja ia menemukan Via sedang bersembunyi disana
sendirian. Via melihat bayangan yang mendekatinya, ia mengengok secara
perlahan.
“Aaaaahhhhhh!!!!” Teriak Via,
sontak ia langsung berlari.
Psikopat
itupun tak menyerah ia terus mengejar Via sampai akhirnya Via kelelahan dan
terjatuh, ia pasrah saat psikopat itu ada didepan matanya sambil memegang
pisau. Psikopat itu seolah ingin membunuhnya ia sudah mengangkat pisau nya
tinggi-tinggi bersiap menancapkan diperut Via, dan akhirnya...
“Aaaaaaaaaahhhhhhhhhhhh!!!!!!!!!!!!!!!”
Via terkejut. Pisau itu ternyata palsu.
“Hahahahahahaha.” Terdengar suara
tawa Andre, Angga, dan Adine.
“Angga, Andre, Adine. Kalian
bukannya....”
“Mati? Haha haudh ternyata kita
semua berhasil ya.” Kata Angga.
“Iyalah siapa dulu dong yang
bikin rencana, gue gitu loh.” Sahut Adine.
“Gila sukses banget ya kita
ngerjain Via haha puas dah gue.” Kata Andre.
“Jadi kalian semua? Ah gila lo semua
parah, hampir mati ketakutan tau nggak gue. Ini lagi siapa sih nih yang sok-sok
an jadi psikopat.” Kata Via menggerutu.
“Nih gue ceritain Vi, jadi kita
itu mau bikin pelajaran buat lo karena sifat sombong dan arogant lu itu yang
bikin kita semua gondok, nah 4 hari yang lalu Adine ngasih ide buat ngerjain lo
kita minta bantuan mas Robi sebagai psikopat boongan, dan lo inget nenek yang
hampir lo tabrak? Nah iya kita juga minta bantuan nenek ini yang tadi lu liat
di lift sama Adine. Nah untuk membuat kegiatan ini lebih extreme plus perfect
kita minta izin sama satpam setempat dan kita juga minta tolong biar nggak ada
satpam satupun yang keluar saat kita teriak minta tolong, dan darah pisau itu
semua boongan kok, kita pakai pisau dari karet dan darah dari air yang dicampur
pewarna, lu liat dong masa darah cair banget gini haha.” Jelas Andre.
“Ah kacau bener dah.” Kata Via
yang masih trauma.
“Hahaha makasih ya mas Robi,
nenek juga makasih banyak.” Kata Angga.
“Makanya rubah tuh sikap lo,
tujuan kita kayak gini baik kok kita cuman mau lo rubah sikap negatif lo aja.”
Kata Angga.
“Iya-iya gue janji nggak akan
sombong dan arogant lagi deh, maafin gue ya. Maafin aku juga ya nek masalah
kemarin.” Kata Via.
“Iya cu nggak apa-apa.” Jawab
nenek tersebut.
“Yaudah kita pulang yuk, mas Robi
sekali lagi makasih ya, ohiya antar nenek sekalian ya.” Kata Andre.
“Iya Ndre sama-sama hehe siap
bakalan saya antar sampai kerumah. Kalian hati-hati ya.”
Saat
mereka semua sudah berkumpul di mobil, Via teringat akan anak kecil yang
bersama nenek-nenek tadi.
“Eh iya itu anak kecil nggak ikut
kita pulang?” Kata Via yang sambil melihat kaca spion.
“Hah? Anak kecil? Kita nggak
ngelibatin anak kecil kok disini.” Jawab Angga.
“Lah itu dibelakang siapa? Aah lo
mau ngerjain gue lagi kan? Nggak mempan udah tenang sifat gue udah berubah kok,
ajak anak kecilnya pulang yuk.” Kata Via.
“Serius Via demi Tuhan kita nggak
ngajakin anak kecil buat ngerjain lo.” Kata Adine.
“Eh guys lihat deh, ini gue baru
baca diinternet kalau ditempat ini 2 hari yang lalu ada anak kecil yang
meninggal disini, dia ketabrak mobil yang lagi mau parkir.” Kata Andre.
Mereka
semua terdiam.
“Jadi itu.....”
“Cabut cabut buruan cabut!!!”
Kata Via.
Mereka
pun langsung menancap gas untuk pulang kerumah masing-masing, dan misteri
basement FX Sudirman ternyata masih ada. Dan anak kecil itulah penunggunya.
TAMAT
Created By: @Kentun666 (Fitriyanto)
19 Juni 2014
0 komentar:
Posting Komentar