Permintaan Hati

“*Plakk!!!*” Ditamparlah Shania saat itu yang sedang bercekcok dengan pasangannya.

“Aku kan udah bilang kalau mau pergi atau mau kemana kasih tau aku dulu enak banget lu main pergi-pergi aja!!!” Kata lelaki itu sambil membuang tas Shania.

            Shania hanya bisa diam sambil meneteskan air matanya karena tamparan yang begitu keras sampai pipi kanannya memerah.

“Ah bisanya cuman nangis nangis dan nangis nggak guna cewe kayak lu!!” Kembali lelaki itu membentak Shania.

“I-Iya iya aku minta maaf aku ngaku salah udah jangan sikssa aku lagi.” Kata Shania sambil menangis tersedu-sedu.

“Ahh udah ah males gua! Gua mau pergi aja pusing!” Kata lelaki itu sambil pergi dari hadapan Shania yang sedang menangis karena perbuatan pacarnya tersebut.

            Di lain tempat ada seorang laki-laki melihat kejadian tersebut dan ia menghampiri Shania saat ia melihat laki-laki itu sudah pergi. Ia membantu Shania mengambil barang-barang dari tas Shania yang terjatuh karena dibuang oleh pacarnya.


“Hai.” Kata laki-laki itu. Shania hanya diam sambil mengusap air matanya dan tersenyum pada lelaki tersebut.

“Nggak sampe di logika aku, kenapa makhluk yang sangat mulia bernama wanita mau diperlakukan kayak gini?” Tanya lelaki tersebut.

“Yaa abis gimana.. Udah sayang hehe.” Kata Shania.

“Kayak ‘Drugs’ ya?” Kata lelaki tersebut. Shania hanya tersenyum mendengar kata-kata lelaki tersebut.

“Tapi bukan berarti nggak bisa sembuh kan?” Lanjut laki-laki tersebut.

“Aku Noe.” Kata laki-laki tersebut sambil menjulurkan tangannya untuk bersalaman.

“Shania.” Jawab Shania sambil berjabat tangan.

“Emm sudah berapa lama kamu pacaran?” Tanya Noe.

“Baru 6 bulan kok.” Jawab Shania.

“Apa dia...” Belum selesai Noe bertanya, Shania sudah menjawabnya duluan.

“Kayak gini terus selama 6 bulan? Jawabannya iya, dia terus terusan ngelakuin aku kayak gini.” Jawab Shania.
“Yaampun kamu termasuk perempuan yang tegar ya bisa tahan dengan sikap pasanganmu yang kayak gitu selama 6 bulan.”

“Yaa habisnya mau gimana lagi aku udah terlanjur milih dia dan aku harus terima konsekuensinya.” Jawab Shania.

“Oh iya rumah kamu dimana?” Tanya Noe.

“Rumah ku deket-deket sini kok, kenapa?”

“Aku antar ya? Rumahku juga nggak jauh kok.”

“Hmm boleh boleh.”

            Semenjak saat itulah Shania kenal dengan Noe. Shania ini adalah wanita karier yang bekerja di salah satu kantor negeri di Jakarta, ia bekerja sebagai sekertaris di kantor tersebut. Ia memiliki pacar yang bernama Rizal, saat dahulu mereka belum pacaran Rizal dikenal sebagai orang yang baik namun setelah mereka berdua menjalani hubungan entah mengapa sifat Rizal berubah drastis dari sebelumnya. Sedangkan Noe adalah lelaki biasa yang yatim piatu dan saat ini sedang menjalani profesi sebagai vokalis band di Jakarta.

            Sejak saat itu Noe dan Shania mulai dekat, mereka sering jalan dan makan bareng di sebuah restoran di bilangan Jakarta Selatan.

“Shan kita makan yuk?” Ajak Noe di telepon.

“Boleh boleh kebetulan aku lagi bingung nih mau makan siang dimana.” Jawab Shania.

“Aku jemput sekarang ya kamu tunggu didepan kantor aja.”

“Okeee.”

            Saat itu Noe dan Shania tidak mempunyai hubungan apa-apa, mereka masih hanya sekedar teman saja, namun semakin hari mereka sudah semakin dekat saja layaknya orang pacaran.

“Shan kamu mau pesan apa?” Tanya Noe.

“Ah aku bingung, aku ikut kamu aja deh mau pesan apa.” Jawab Shania.

“Hmm oke oke kita makan pastanya aja ya, disini terkenal pastanya enak lho.”

“Wah boleh tuh udah lama juga aku nggak makan pasta hihi.”

            Ketika mereka sedang asyik menikmati makan siang mereka Noe menanyakan sesuatu hal yang membuat Shania sedih.

“Hmm Shan.”

“Iya?”
“Aku masih penasaran kenapa sih kok kamu betah banget gitu sama pacar kamu yang kasar itu.” Kata Noe.

“.....” Awalnya Shania hanya diam dan matanya berkaca-kaca mengingat apa yang pacarnya perbuat pada dirinya.

“Yah Shan kok kamu nangis?” Kata Noe sambil mengusap air matanya yang sedikit demi sedikit menetes ke pipinya.

“Iya Ne nggak tau kenapa aku tuh bisa sayang gitu sama dia padahal dia nyiksa aku terus, aku juga udah dibilangin sama temen-temenku suruh mutusin dia tapi aku nggak bisa Ne.” Jelas Shania.

“Gini Shan,kalau kamu bertahan resikonya sama aja kamu ngebunuh diri kamu secara perlahan-lahan. Kalau aku jadi kamu aku yakin aku nggak bakalan tahan sama sikapnya dia. Saran aku sih mending diudahin aku tuh kasihan lho ngeliat kamu ditamparin terus apalagi waktu kita pertama kali ketemu aduh...” Kata Noe.

“Aku bingung harus gimana Ne.” Jawab Shania.

“Gini deh kamu sebenernya di dalam lubuk hati kamu yang paling kecil itu kamu sayang nggak sih sama dia?” Tanya Noe.

“Sebenernya sih udah sama sekali nggak ada rasa apapun Ne.”

“Nah yaudah kalau gitu kamu putusin bilang udahan, kalau kamu tetep maksa sama aja kamu bohongin perasaan kamu sendiri.” Jelas Noe.

“Hmm yaudah Ne aku bakal ngelakuin apa yang menurutku benar.”

            Sepulang dari kantor Shania langsung menghubungi Rizal, ia meminta untuk berbicara empat mata dengan Rizal.

“Ada apa kamu tiba-tiba minta ketemu berdua aja sama aku?” Tanya Rizal.

“Aku mau ngomong serius.” Kata Shania.

“Ngomong serius? Yaudah ngomong aja.”

“Gini Zal, aku udah nggak kuat sama sikap kasar kamu, aku belum jadi istri kamu tapi kamu udah nyiksa aku terus aku nggak kebayang kalau aku beneran jadi istri kamu aku bakal jadi apa. Mungkin aja aku bakal terlantar, maka dari itu aku minta putus dari kamu, Zal.” Jelas Shania.

“Ohh kamu berani minta putus dari aku?! Dasar cewe nggak tau diuntung lu!!!” Bentak Rizal sambil ingin menampar pipi Shania, namun sayang tangan Rizal ditahan oleh Noe yang tiba-tiba muncul disamping Shania.

“Apa-apaan nih?!” Kata Rizal.

“Lo berani sama cewe, malu sama kemaluan lo. Mending lo pulang, cuci kaki, minum obat, terus tidur daripada bisanya cuman nampar cewe doang! Dasar banci lo!” Kata Noe sambil menepis tangan Rizal.

“Wih punya nyali juga lu, ohh jadi lu yang bikin Shania mutusin gua?! Kalau lu laki-laki mending sekarang duel sama gua disini!” Tantang Rizal.

“Oke siapa takut!” Jawab Noe dengan lantangnya. Namun saat mereka berdua ingin berkelahi Shania menahan Neo agar tidak membuat keributan.

“Udah!! Zal mending kamu pergi dari sini! Aku udah muak lihat muka kamu!! Pergi Zal!!” Kata Shania.

“Oke-oke liat nanti Shan, lo bakalan nyesel ninggalin gua liat lo!!!” Kata Rizal sambil pergi mengendarai motornya.

            Shania menangis dipelukan Noe. Dan Noe mencoba menenangkan Shania dengan memeluknya.

“Udah Shan kamu udah ngelakuin yang terbaik, aku yakin kamu nggak akan nyesel udah mutusin dia.” Kata Noe menenangkan Shania.

            Semenjak Shania putus dari Rizal ia merasakan perubahan dalam dirinya, ia tak pernah disiksa lagi, ia sekarang mendapatkan kebebasan. Tidak seperti dulu yang sedikit-sedikit harus disiksa oleh pacarnya. Dan semenjak saat itu juga Noe dan Shania pun semakin dekat sampai pada akhirnya mereka menjalin hubungan kasih sebagai pacar.

“Seharusnya mereka bikin satu kata baru, yang bener-bener bisa ngejelasin apa yang aku rasain ini. Satu kata di atas kata ‘Sayang’ satu kata di atas kata ‘Cinta’ satu kata yang artinya leeeeebbbiiiiiiiih dari semua kata yang pernah ada, karena kaca ‘Cinta’ nggak cukup mewakili apa yang aku rasain sekarang.” Kata Shania kepada Noe yang saat itu mereka sedang duduk berdua ditaman, dipinggir kolam ikan yang tenang.

“Terlalu berat buat manusia biasa untuk bisa mengerti dan menjalani ‘Cinta’. Tapi yang pasti pernikahan dengan ‘Cinta’ akan berlangsung selamanya, karena ‘Cinta’ itu HAKIKI.” Jawab Noe sambil memasukan cincin ke jari manis Shania.

            Shania kaget, bingung, senang, semua bercampur menjadi satu. Ia bertanya pada Noe.

“Ini apa Noe?” Kata Shania yang tersipu malu.

“Shania Junianatha, will you marry me? Aku berjanji aku akan bersamamu sehidup semati, Shania Junianatha.” Tanya Noe sambil berlutut didepannya.

            Shania hanya diam sambil mengeluarkan air mata bahagia, ia mengangguk atas permintaan dari Noe tersebut yang mengajaknya berlanjut ke pelaminan.

            Shania dan Noe sudah berpacaran selama 10 bulan sampai akhirnya Noe melamar Shania saat mereka sedang duduk berdua di taman yang indah. Tapi satu yang tak Shania ketahui, bahwa Noe memiliki penyakit didalam tubuhnya, dokterpun tak tahu apa penyakit itu.
            Saampai pada akhirnya saat Shania dan Noe sudah menentukan tanggal pernikahan mereka yang akan dilaksanakan sekitar sebulan lagi, Noe masuk rumah sakit. Saat itu Noe dan band nya sedang latihan untuk membawakan lagu pada saat pernikahan Noe dan Shania tapi tiba-tiba Noe jatuh pingsan sambil memegangi dadanya, teman-teman band nya oun bergegas membawa Noe kerumah sakit. Setelah beberapa jam Noe pun tersadar.

“Noe, aduh bagus deh kalau lu udah sadar asli panik banget kita lu pingsan tadi, makanya kan gue bilang jangan capek-capek lu nya ngeyel.” Kata gitaris band tersebut.

“Hehe sorry guys bikin kalian khawatir, oh iya Shania udah tau belum kalau gue ada di rumah sakit?” Tanya Noe.

“Oh iya lupa kita ngasih taunya, gua telpon sekarang ya?”

“Eh jangan jangan! Justru gue nggak mau Shania sampai tau kalau gue masuk RS. Gue takut rencana pernikahan kita jadi runyam.” Kata Noe.

“Hmm iya deh iya.”

            3 Hari sudah Noe dirawat di rumah sakit dan 3 hari juga ia berbohong kepada Shania. Setiap Shania mengajak Noe bertemu pasti Noe bilang kalau dia sedang sibuk mempersiapkan pernikahannya padahal Noe sedang dirawat di rumah sakit. Sore itu Noe sudah boleh pulang kata dokter, namun ia belum boleh melakukan aktifitas aktifitas yang banyak memakan tenaga, seperti nge-band.

            Tetapi bukan Noe namanya kalau tidak ngeyel. Ia mengatakan kepada teman satu band nya kalau dia sudah sangat sehat dan bisa melanjutkan aktifitas band nya, sampai pada suatu hari ia memberikan surat kepada salah satu teman bandnya.

“Rik.”

“Iya Ne ada apa?”

“Ini gue ada surat buat Shania, gue titipin ke lu aja ya.” Kata Noe sambil memberikan surat.

“Surat? Surat apaan nih? Udah jaman modern masih aja pake surat-suratan pake bbm dong haha.” Kata Riki bercanda.

“Ah elu udah pegang aja suatu saat nanti lu kasih aja surat itu ke Shania bilang aja dari gue.” Jawab Noe.

“Yaudah-yaudah gua simpen deh suratnya.”

            Sampai pada suatu hari sepulang ia menjemput Shania dari kantornya tiba-tiba ia merasakan sakit yang sangat amat di dadanya, ia juga batuk yang mengeluarkan darah. Teman-teman nya pun kaget dan langsung membawa Noe ke rumah sakit lagi. Kali ini Noe masuk ruang UGD teman-temannya pun mulai panik, Riki mencoba menghubungi Shania memberitahu bahwa Noe masuk RS.

“Halo iya Rik ada apa?” Tanya Shania.

“Shan, Noe masuk UGD tadi sampe di kost-kost an dia langsung jatuh dan batuk darah ini lagi ada di rumah sakit. Lo cepet kesini ya.” Kata Riki.

“YaTuhan iya-iya gue kesana.” Shania langsung bergegas menuju rumah sakit tanpa mengganti bajunya terlebih dahulu.

            Bertepatan saat Shania sampai di rumah sakit dokter keluar dari ruang UGD dan mengatakan sesuatu hal.

“Maaf apa kalian keluarga dari saudara Noe?” Tanya dokter tersebut.

“Noe yatim piatu dok, kita teman-temannya.” Kata teman-teman Noe.

“Saya calon istrinya dok, bagaimana keadaan Noe?” Kata Shania yang baru saja tiba di ruang UGD.

“Hmm begini, kami dari pihak rumah sakit sudah berusaha sekuat tenaga, dan kami juga sudah memberikan obat sadar untuk saudara Noe, tapi Tuhan berkehendak lain. Saya Rasa Tuhan sudah memutuskan untuk mengambil Noe kembali.” Kata dokter tersebut.

            Seketika itu juga Shania lemas dan terjatuh sekaligus menangis mebdengar kabar bahwa Noe sudah meninggal, begitu juga teman-temannya. Mereka sangat bersedih karena Noe dikenal sebagai sosok yang sangat baik kepada siapapun, ia tak pernah mau menyulitkan orang lain.

“Shan, ini peninggalan Noe buat lo. 3 hari yang lalu dia ngasih surat ini ke gua dia bilang ada saatnya gua kasih surat ini ke lo, dan gua rasa sekarang saatnya.” Kata Riki sambil memberikan surat dari Noe.

            Surat yang ditujukan untuk Shania ini berbunyi

“Untuk Shania
  Cahayaku...

  ...Nggak ada kata yang bisa aku sampaikan,
  Selain ‘Maaf’ dan ‘Terimakasih’...
 Sudah memberikan arti di hidupku yang sempit ini...

  ...Aku harus pergi...
  Bukan meninggalkanmu,
 ...Tapi hanya terlepas darimu

   Jika kamu yakin akanku,
  Maka memang inilah cara yang terbaik
 Untuk dijalankan...”

            Shania menangis membaca surat yang ada beberapa bekas bercak darah dari batuk Noe. Dan akhirnya Noe menepati janjinya. Bersama Shania sehidup semati.


TAMAT
Created by: @Kentun666 (Fitriyanto)
21 September 2014

0 komentar:

Posting Komentar