Hear Me

“Para pendamping dipersilahkan untuk menuju tempatnya masing-masing.” Kata sang pelatih renang.

            Satu persatu para atlet renang menaiki podium dan langsung membungkuk, tanda bersiapnya mereka latihan untuk olimpiade 4 bulan kedepan. Disitu ada salah satu kakak beradik yang dimana kakaknya menjadi peserta olimpiade dan adiknya menjadi pendamping setianya. Sebutlah nama kakak beradik itu Aelke Mariska dan Feni Fitriyanti. Aelke memang sudah lama mengikuti latihan renang ini karena ia memang bertekad untuk merebut medali emas dalam olimpiade tersebut, sementara Feni adik dari Aelke selalu setia mendampinginya selama kakaknya latihan untuk olimpiade.

“3.... 2.... 1.... Mulai!!!!” Teriak sang pelatih. Ke-8 peserta pun langsung masuk kedalam kolam renang dan masing-masing mereka melakukan latihan sekeras mungkin untuk menunjukan bahwa mereka pantas merebut medali emas dalam olimpiade tersebut.

            Aelke terus berenang menuju ujung dari kolam renang lalu kembali lagi menuju titik awal kolam renang, disitu Feni terus memperhatikan kakaknya sambil mengibarkan bendera yang bertuliskan “Semangat kak Aelke Mariska kamu pasti bisa!”. Sampai akhirnya selesai sudah ia latihan untuk hari ini. Cukup lumayan waktu yang ditempuh untuk jarak 10 meter yakni sekitar 2.45 menit.


            Sementara itu ada seorang lelaki yang bekerja sebagai kurir makanan, ya bisa dibilang ia anak dari juragan restoran. Ia anak satu-satunya tapi ia tidak dimanjakan oleh kedua orang tuanya. Sejak kecil ia selalu diajarkan untuk bekerja mencari penghasilan sendiri, sampai sekarang ia menjadi kurir pengantar makanan dari restorannya sendiri. Lelaki tersebut bernama Ardhy. Kali ini Ardhy bertugas mengantarkan makanan untuk calon peserta olimpiade dimana Aelke turut serta. Sampailah Ardhy di lokasi latihan Aelke, lalu saat Ardhy masuk ia melihat banyak sekali orang berbicara dengan bahasa Isyarat. Ternyata tempat itu adalah latihan khusus untuk orang yang menderita Tunarungu. Didalam Ardhy melihat 2 orang wanita sedang asyik mengobrol, yakni Feni dan kakaknya Aelke menggunakan bahasa isyarat mulai dari situ Ardhy mengira semua yang ada disitu tunarungu, karena Ardhy sudah menjadi langganan Aelke maka dari itu Ardhy langsung menghampirinya.

Nasi kotaknya sudah sampai, ini bon nya.” Kata Ardhy menggunakan bahasa isyarat kepada Aelke.

Baik, sebentar aku ambil uangnya dulu.” Jawab Aelke juga dengan menggunakan bahasa isyarat dikarenakan Aelke sudah sejak kecil menderita tunarungu.

            Tinggalah disitu Ardhy berdua saja dengan Feni. Karena Ardhy orangnya supel jadi ia mengajak ngobrol Feni dengan menggunakan bahasa isyarat.

Nasi kotaknya diluar.” Kata Ardhy.

Berapa harganya?” Kata Feni.

Cukup bayar 150.000 saja. Harga khusus untuk tunarungu.” Jawab Ardhy.

            Tidak lama kemudian Aelke datang membawa uangnya dan memberikannya kepada Ardhy.

Aku pergi dulu, aku masih harus kerja.” Kata Feni kepada Aelke.

Iya baiklah, hati-hati.” Jawab Aelke.

Iya terimakasih.” Kata Feni yang langsung bergegas pergi meninggalkan Ardhy dan Aelke secara terburu-buru sambil berlari.

Apa dia temanmu?” Tanya Ardhy kepada Aelke.

Bukan, ia adikku.” Jawab Aelke.

Hmm kenapa dia tergesa-gesa? Dia belum makan makanannya.” Tanya Ardhy.

Dia tidak termasuk team renang dan ia memang seperti itu sering terburu-buru.” Kata Aelke.

Kalau aku boleh tahu, siapa namanya? Larinya lucu seperti bangau.

Namanya Feni Fitriyanti, tapi kamu bisa memanggilnya dengan sebutan Feni.” Jawab Aelke.

Oh jadi Feni namanya.

Yasudah aku harus istirahat dan melanjutkan latihanku, terimakasih nasi kotaknya.” Kata Aelke.

Oh iya sama-sama kalau begitu aku pergi dulu.” Kata Ardhy sambil bergegas keluar.

            Sesampainya Feni diparkiran ia langsung bergegas menyalakan motornya dan langsung tancap gas. Saking terburu-burunya Feni sampai tidak lihat kalau ada orang yang sedang berjalan sampai akhirnya ia terjatuh dari motornya, Ardhy yang pas melihat kejadian itu langsung membuang keranjang yang ia bawa untuk membawa nasi kotak dan langsung menolong Feni yang terjatuh.

Yaampun, kamu tidak apa-apa?” Tanya Ardhy menggunakan bahasa isyarat.

Iya tidak apa-apa hanya lecet sedikit.” Jawab Feni yang menggunakan bahasa isyarat juga.

Siku mu berdarah, ayo aku antar ke puskesmas. Takut kalau nanti terkena infeksi.” Kata Ardhy yang langsung membopong Feni ke motornya.

            Ardhy pun langsung buru-buru menuju puskesmas terdekat karena ia tahu kalau Feni juga sedang dalam keadaan terburu-buru untuk bekerja. Akhirnya sampailah mereka berdua di puskesmas terdekat.

Sudah sampai. Maaf ya aku langsung pulang aku harus mengantarkan nasi kotak yang lain” Kata Ardhy yang langsung tancap gas. Feni yang ingin mengucapkan terimakasih pun tidak sempat. Tetapi Ardhy ingat, ia ingin meminta nomor HP Feni supaya bisa kontek-kontekan via HP.

Oh iya. Alamat Gmail mu apa aku boleh minta?” Tanya Ardhy. Diberilah alamat Gmail Feni dan Ardhy langsung tancap gas, lagi-lagi Feni tidak sempat mengucapkan terimakasih. Dan disitulah perkenalan mereka dimulai.

            Sesampainya dirumah Ardhy lagi-lagi kena omelan oleh ibunya karena lama sekali mengantar nasi kotaknya plus ditambah keranjang yang ia bawa dihilangkannya.

“Ardhy aduh darimana saja kamu? Lama sekali kamu mengantar nasi kotak ke Amerika? Terus keranjangnya mana? Kamu hilangkan lagi? Yaampun Ardhy itu kan keranjang ibu baru beli.” Kata Ibunya.

“Iya iya bu maaf aku tidak sengaja.” Jawab Ardhy.

“Sekarang lihat akibatnya, 5 nasi kotak batal diantar gara-gara kamu lama. Sekarang ibu tidak mau kamu habiskan semuanya.”

“Iya ini aku habiskan.” Kata Ardhy sambil memakan semua nasi kotaknya.

            Sementara itu ibu dan ayahnya sibuk mengurusi nasi kotak yang harus diantar lagi.

“Kenapa kamu tidak meminta tolong Ardhy saja?” Tanya ayahnya kepada ibunya.

“Ini sudah jam makan siang, kasihan dia biarkan dia istirahat dulu. Lagipula ia masih dalam masa pertumbuhan.” Jawab ibunya.

“Hah? Aku tidak tahu kalau umur 20 masih masa pertumbuhan.” Kata ayahnya.

“Hehe mereka masih anak-anak selama belum menikah.” Jawab ibunya.

            Sementara itu sembari menghabiskan nasi kotaknya Ardhy terus memandangi alamat Gmail Feni yang ia catat di HP nya.

“Feni. Feni Fitriyanti. Hmm. Apa namanya memiliki arti khusus? Kalau saja ia bisa berbicara, mungkin suaranya akan sebagus penyanyi opera.” Gumam Ardhy.

“Atau seperti ibumu?” Kata ibunda Ardhy yang tiba-tiba mengagetkan Ardhy dari belakang.

“Ah ibu ngagetin aja, jangan melihat layar HP ku dari belakang ah.” Kata Ardhy.

“Lagian kamu ini malah melamun, cepat habiskan dan jangan lupa setelah semuanya habis kamu langsung bakar kalori mu biar lemaknya tidak menumpuk dan akan seperti ayahmu, mempunyai perut donat.” Kata ibunda Ardhy.

“Iya bu iya ini ku habiskan.”

            Keesokan harinya Ardhy bekerja seperti biasa ia mengantarkan nasi kotak ke kantor kantor yang ada di Jakarta. Tapi kali ini ia menyisakan 1 nasi kotak yang niatnya untuk diberikan kepada Feni. Tak lama kemudian Feni datang dengan sepeda motornya dan melihat Ardhy yang sedang beristirahat.

Hey kamu lagi. Aku lupa bilang terimakasih kemarin. Dan aku juga belum tahu namamu.” Kata Feni menggunakan bahasa isyarat sambil menepuk pundak Ardhy.

Namaku Rahardhyan Putra Utomo tapi bisa dipanggil dengan panggilan Ardhy.” Jawab Ardhy.

Hmm jadi namamu Ardhy. Salam kenal aku Feni Fitriyanti.” Kata Feni.

Iya aku sudah tahu kemarin aku bertanya kepada kakakmu dan nama Gmail mu juga itu. Oh iya semalam Gmail-ku online tapi kenapa kamu offline?” Tanya Ardhy.

Oh iya maaf aku semalam tidak online karena aku sibuk bekerja dan sampai rumah aku langsung tertidur karena lelah.” Jawab Feni.
Oh iya aku lihat kamu sibuk sekali mengantar nasi kotak. Pasti nasi kotakmu enak ya?” Lanjut Feni.

Tentu saja, ayahku belajar dari chef ternama di Indonesia makanya nasi kotak-ku terkenal.” Jawab Ardhy. Disitu Feni tersenyum karena candaan Ardhy dan Ardhy tiba-tiba mengeluarkan HP dari sakunya.

Sebentar sebentar. Coba tersenyum lagi.” Kata Ardhy. Feni pun tersenyum dan ‘jepret!’ seketika Ardhy mengambil foto Feni saat Feni tersenyum.
Lihat, cantik kan?” Kata Ardhy menggoda Feni.

Ah kamu bisa saja.

Oh iya aku sisakan nasi kotak satu untukmu, ini makanlah.” Kata Ardhy sambil memberikan nasi kotaknya.

Terimakasih aduh merepotkan sekali.” Kata Feni sambil melahap nasi tersebut.

Bagaimana?” Tanya Ardhy.

Enak enak. Ini enak sekali, mungkin nasi kotak terenak yang pernah ku makan.” Jawab Feni.

Oh iya, bagaimana lukamu? Apakah masih sakit?” Tanya Ardhy.

Sudah tidak sakit kok. Oh iya sebentar.” Jawab Feni sambil mengeluarkan dompetnya dari tasnya. Ardhy yang melihat isi dompet Feni pun mengerti kalau Feni ingin membayar nasi kotaknya.

Ah sudah sudah tidak apa-apa kamu tidak usah bayar, nasi itu untukmu.” Kata Ardhy.

Tidak. Tidak boleh kamu kan berjualan tidak seharusnya kamu memberiku.” Kata Feni.

Tapi sungguh tidak apa-apa. Lagipula kamu sedang tidak ada uang. Kalau kamu nekat untuk membayarnya, bagaimana sebagai gantinya kamu ikut aku nonton bioskop saja?” Ajak Ardhy.

Kapan kira-kira?

Mungkin Kamis depan, bagaimana?

Dan kira-kira berapa lama durasi filmnya?

Mungkin sekitar 2 jam, bagaimana? Bisa?

Sebentar aku cek jadwalku dulu.” Kata Feni sambil membuka buku schedule nya dan disitu terlihat tanggalan yang penuh dengan catatan pekerjaan.
Sepertinya aku tidak bisa, aku ada jadwal. Filmnya terlalu lama. Oh iya aku bergegas dulu ya aku harus bekerja lagi. Sampai jumpa nanti akan ku bayar nasi kotakmu. Lanjut Feni sambil berlari menuju motornya dan langsung tancap gas.

“Yaampun wanita yang sangat sibuk. Tidak apa-apalah yang penting aku sudah mendapatkan foto manisnya.” Kata Ardhy.

            Malamnya Ardhy mencoba membuka Gmailnya untuk melihat Feni online atau tidak dan ternyata hasilnya nihil.

“Yaampun offline lagi. Benar-benar wanita yang sangat sibuk.” Gerutu Ardhy.

            Ardhy pun iseng menulis pesan kepada Feni seperti ini.

‘Ketika aku pertama kali melihatmu, kamu seperti burung bangau. Terbang jauh dan tinggi lalu berpijak diatas air. Kenapa bangau bisa berendam di air dengan waktu yang lama tanpa terkena flu? Karena burung bangau bisa menghasilkan minyak dari bulu-bulunya. Jadi mereka tidak terkena flu.’ “Ah dia pasti bosan dengan teori burung bangau ini.” Gumamnya sambil membanting tubuhnya ketempat tidurnya. Tanpa ia sadari Feni ternyata online Gmail dan membalas pesannya.

“Teori burung bangau mu menarik. Tapi aku tidak suka berada di air. Besok aku akan menemani latihan kakakku, apa kamu mau datang?” Balas Feni.

“Baik aku akan datang besok.” Jawab Ardhy.

            Keesokan harinya Ardhy datang ke tempat latihan kakaknya dan mengobrol berdua dengan Feni. Yang pasti menggunakan bahasa isyarat.

Bukankah ini lebih baik daripada pergi ke bioskop?” Tanya Feni. Ardhy hanya mengangguk menyetujui pernyataan Feni.

            Saat mereka sedang mengobrol terlihat di kolam renang sang pelatih sedang memberi arahan kepada salah satu muridnya, namun karena muridnya tunarungu jadi ia tidak mengerti dan Aelke mencoba membantunya.

Biar aku saja yang mengatakan. Jadi begini ketika kamu berenang kamu harus mengangkat tubuhmu.” Kata Aelke kepada temannya. Disitu Ardhy penasaran bagaimana bisa Aelke mengerti apa yang dikatakan pelatih.

Kakak mu mengerti apa yang dikatakan pelatih?” Tanya Ardhy.

Iya, dahulu dia belajar gerak mulut jadi ia mengerti apa yang orang lain katakan.” Jawab Feni.

Oh begitu, eh iya tapi kenapa kamu saja yang bekerja? Dan kakakmu bisa fokus dengan keterampilannya?” Tanya Ardhy lagi.

Kakak ku juga pernah bekerja dulu, tapi ia berhenti karena ia ingin mengejar cita-citanya untuk menjadi atlet renang profesional.” Jawab Feni.

Lalu orangtua kalian dimana?

Ayahku seorang pengusaha dan ia sekarang sedang fokus bekerja di Africa, sedangkan mama ku sudah meninggal sejak aku dan kakak masih kecil. Sejak kecil aku memang sudah diajarkan hidup mandiri jadi kalau aku sekarang bekerja keras itu hal yang biasa.” Jelas Feni.

Ohh iya iya aku mengerti sekarang, jadi kamu jadi seperti kakak dan kakak mu jadi seperti adik? Begitu kah?

Iya bisa dibilang seperti itu, tapi biar bagaimanapun aku tetap menganggapnya kakak. Apa kamu tidak punya kakak atau adik?” Tanya Feni.

Tidak, aku anak tunggal.” Jawab Ardhy.

erarti kamu selalu dimanjakan ya?

Hmmm bisa jadi.” Kata Ardhy sambil tersenyum.

Oh iya bagaimana kalau malam ini kamu ku traktir makan mie? Tapi setelah aku selesai bekerja.” Kata Feni.

Baiklah, tapi bolehkah aku ikut kamu bekerja?

Hmm boleh silahkan saja kalau mau ikut.

            Sore hari pun tiba. Ardhy menjemput Feni dirumahnya menggunakan motornya, betapa kagetnya ia melihat Feni dengan dandanan ala patung yang dihiasi cat berwarna perak.

Kenapa kamu berpakaian seperti ini?” Tanya Ardhy.

Sudah ayo jalan nanti kamu juga tahu apa pekerjaanku sore ini.” Kata Feni.

            Ardhy pun menurut dan ia mengantar Feni ke daerah Kota Tua. Disitu Feni ternyata bekerja sebagai patung gerak (seorang manusia yang berdandan seperti patung yang jika diberi uang maka ia akan bergerak dan memberikan sebuah apel). Ardhy pun mengamatinya dari kejauhan.

“Yaampun anak ini sungguh mandiri, aku kagum padanya. Kurasa aku sudah mulai jatuh cinta.” Kata Ardhy berbicara sendiri. 1 jam sudah Ardhy menunggu Feni dan akhirnya Feni pun selesai dengan pekerjaannya.

Ayo aku sudah dapat banyak uang lho.” Kata Feni menghampiri Ardhy dan menunjukkan uang receh yang ia dapatkan.

Baiklah ayo. Eh tapi aku ingin bertanya apakah ketika orang tidak memberimu uang kamu tetap tidak akan bergerak?

Ya tidaklah bodoh, jika tidak ada yang memberiku uang yasudah itu berarti aku tidak mendapat rejeki hari ini. Ya beginilah pekerjaanku tidak selamanya aku mendapat uang. Oh iya aku bersihkan make up ku dulu ya tunggu disini.” Kata Feni.

            Tak lama kemudian Feni pun muncul dan mereka berdua jalan-jalan disebuah pasar malam, dan akhirnya mereka sampai di kedai mie yang enak dan mereka langsung memesan makanan.

Kamu yang cari tempat duduk dan aku yang akan memesan mie nya.” Kata Ardhy.

            Feni hanya mengangguk, dan ia langsung mencari tempat duduk untuk mereka berdua.

Bagaimana mie nya? Enak kan?” Tanya Feni.

Iya enak sekali ah aku sangat kenyang.” Jawab Ardhy. Feni pun langsung meminta bon kepada pelayannya dan diberikanlah bon dengan total harga Rp.59.000. Sementara itu ada seseorang yang memesan mie juga.

“Koh pesen 2 mie ya.” Kata orang tersebut.

“Iya sebentar ya ini sebentar lagi.” Kata sang penjual.

            Karena uang Feni kebanyakan receh jadi agak lama menghitungnya, dan pada akhirnya Ardhy yang membayar mie tersebut, Feni sempat menghalanginya namun Ardhy tetap bersikeras membayarnya.

Tidak apa-apa.” Kata Ardhy kepada Feni.

            Disepanjang perjalanan menuju tempat parkir Feni terlihat cemberut saja. Ardhy yang bingung mencoba menghiburnya namun tetap tidak berhasil. Lalu Ardhy pun menanyakan apa salahnya.

Sebenarnya apa yang salah?” Tanya Ardhy.

Kamu sepertinya kecewa atas uang yang aku dapatkan.” Jawab Feni.

Kenapa kamu bisa berfikir begitu?

Aku kan sudah bilang dari awal, aku yang traktir. Tapi kenapa kamu yang bayar?” Tanya Feni.

Karena tadi ada orang lain yang menunggu kita.Aku tidak mau menghabiskan waktu orang lain.” Jawab Ardhy.

Jadi kenapa kalau mereka menunggu? Kamu tahu berapa lama aku mendapatkan uang itu? Mereka bisa menunggu sebentar. Dan kamu? Kenapa kamu tidak mau menungguku?” Tanya Feni.

Bukan itu masalahnya, aku cuma ...” Belum selesai Ardhy menjelaskan sudah dipotong oleh Feni.

Cuma apa? Kamu pikir memalukan aku membayar dengan uang receh? Biar seribu pun itu juga uang. Apa aku harus buru-buru karena menghitung uang receh?

Bukan itu masalahnya, lagipula aku Cuma bayar dimuka nanti kamu bisa menggantinya kalau mau.” Jelas Ardhy.

Tidak apa-apa. Aku akan mengganti uangmu kalau aku sudah tukar uang recehnya, kalau mau menganggap uang receh itu merepotkan.” Kata Feni sambil berjalan meninggalkan Ardhy.

            Feni pun memanggil taksi dan langsung pulang meninggalkan Ardhy sendiri. Disitu Ardhy merasa bersalah, padahal ia tidak bermaksud begitu.

            Sejak saat itu Feni menjaga jarak dengan Ardhy. Tidak pernah membalas Gmailnya, tidak pernah mengangkat teleponnya, tidak pernah membalas sms nya.

“Kamu mau buah?” Tanya ayahanda Ardhy.

“Nggak, aku kenyang. Lagipula aku sedang cuci piring mana bisa aku makan.” Kata Ardhy.

“Kamu ini kenapa? Belakangan ini kamu selalu murung. Apa kamu ada masalah dengan perempuan?” Tanya ayahandanya lagi.

“Aku saja tidak tahu cinta kita pernah bersemi, sudah mulai atau bahkan sudah berakhir. Aku tidak tahu.” Jawab Ardhy.

“Sebelum aku bertemu ibumu, aku pernah ditolak 23 kali.” Kata ayahanda Ardhy.

“Apa?! 23 kali? Yaampun.” Kata Ardhy terkejut.

“Sssstt jangan berisik tidak enak kalau didengar ibumu. Itu keberuntungan yang sulit, nggak langsung bertemu dengan ibumu. Dia wanita yang baik meskipun ia cerewet dan menyebalkan, tetapi dia yang sekarang mengurus rumah tangga dan kita berdua. Setiap sehabis dia membentakmu dia selalu bilang padaku untuk menenangkanmu. Dia memang seperti itu, sepertinya tegas tapi lembut.” Jelas ayahanda Ardhy.

“Tegas tapi lembut? Maksudnya?” Tanya Ardhy.

“Yaa jadi seperti dia punya mulut seperti pisau tapi hati seperti tahu. Sejujurnya wanita seperti apa yang kamu sukai? Jangan lupa untuk membawanya kerumah, kenalkan kepada aku dan ibumu” Kata ayahanda.

“Ayah, apakah aku boleh memacari seorang gadis yang tidak bisa mendengar?” Tanya Ardhy.

“Hah?”

            Ayahandanya pun bingung harus menjawab apa. Jadi saat itu juga ayahanda Ardhy langsung membicarakannya dengan ibundanya.

“Ardhy sedang jatuh cinta.” Kata ayahanda.

“Hah? Wanita seperti apa yang bisa meluluhkan hati Ardhy? Aku mau tahu apakah langsing atau gemuk hehehe” Tanya ibunda.

“Dia tidak bisa mendengar.”

“Tidak bisa mendengar? Maksudmu kupingnya secara keseluruhan tidak bisa mendengar?” Tanya ibunda.

“Iyalah memangnya kamu kira apanya? Hidungnya?” Jawab ayahanda sambil meledek.

“.....” Ibunda Ardhy langsung terdiam.

“Ardhy bilang meskipun ia tidak bisa dengar dia rajin bekerja, cantik, optimis, ceria, dan bekerja keras untuk membantu menghidupi kakaknya karena ayahnya bekerja di luar negeri dan ibunya sudah meninggal sejak perempuan itu masih kecil.” Jelas ayahanda.

“Terus bagaimana kalau kita mau bilang sesuatu yang penting?” Tanya ibunda.

“Ya tinggal ditulis saja. Lagipula Ardhy bisa bahasa isyarat.”

“Iya Ardhy bisa tapi kita kan tidak.” Kata ibunda.

“Tapi, benar juga ya.”

            Keesokan harinya saat sedang banyak-banyaknya pesanan nasi kotak Ardhy belum juga turun dari kamarnya.

“Ardhy!! Turun bantu ibu, banyak pesanan yang harus diantar!!!” Teriak ibunda Ardhy.

            Sudah sekitar 30 menit semenjak dipanggil Ardhy tidak juga turun.

“Kemana anak itu? Apa belum bangun?” Tanya ibunda kepada ayahanda.

“Dia diatas, sedang merenung. Coba kamu hampiri dan minta ia untuk turun.” Kata ayahanda.

            Ibundanya langsung menghampiri ke kamarnya dan meminta Ardhy untuk turun.

“Ardhy ayo turun bantu ibu dan ayah, sedang banyak pesanan.”

“Baik baik aku turun.” Kata Ardhy malas-malasan.

“Itu kamu antar ya, bon nya sudah ada didalam.” Kata ibunda.

“Iya baik. Aku berangkat.” Kata Ardhy.

“Eh eh tunggu dulu. Ini Rp.300.000 untuk kamu, sudah sana kamu senang-senang tidak usah buru-buru pulang ceria lah beli yang kamu suka.” Kata ibunda Ardhy sambil memberi Ardhy uang.

            Sepulang Ardhy mengantarkan pesanan Ardhy teringat akan Feni. Ia merasa rindu. Akhirnya ia membeli sebuah celengan kaca yang kecil berbentuk burung bangau. Ia membungkusnya seperti kado dan ia datang kerumah Feni untuk memberikannya.

            Sesampainya dirumah Feni ia melihat sepertinya tidak ada orang, akhirnya ia meletakkan kado tersebut didepan rumahnya Feni. Setelah Ardhy pergi ternyata Feni keluar dan menemukan sebuah kotak yang diberikan Ardhy tadi.

Itu dari siapa?” Tanya kakaknya.

Entahlah.” Jawab Feni.

Kamu jangan berbohong, itu dari Ardhy kan? Aku lihat dia orang yang baik. Kenapa kamu tidak bersamanya?” Tanya Aelke.

Apa dia terlihat menyukaiku?” Tanya Feni.

Apa kamu menyukainya? Kelihatannya ia pria yang baik. Kalau kamu menyukainya katakan saja. Burung bangau itu tidak pernah merasa malu untuk mengungkapkan rasa kepada pasangannya.” Jelas Aelke.

Seorang laki-laki juga pernah mengatakan aku seperti burung bangau. Ia bercerita tentang teori burung bangau. Itu lucu.” Kata Feni.

Dan pasti itu Ardhy kan? Kamu berdua memang cocok.” Kata Aelke.

Aku tidak akan memacarinya.

Kenapa?” Tanya Aelke.

Dia sama sepertimu, tidak bisa mendengar juga.” Kata Feni.

Tapi kamu menyukainya kan?

Aku sering memikirkannya.” Kata Feni.

Apa kamu takut akan berpisah denganku? Jika memang itu jawabanmu, kamu salah. Kamu harus benar-benar seperti burung bangau yang tidak berdiam diri di satu tempat saja. Tidak akan selamanya kamu bersamaku terus dan ada saatnya juga aku akan belajar mandiri tanpamu, begitupun kamu.” Jelas Aelke.

Apa kamu tidak mau aku berada di sisimu?” Tanya Feni.

Bukan seperti itu. Jika kamu suatu hari nanti akan pergi dan terbang bebas seperti bangau, maka aku akan amat sangat senang. Aku mau kamu percaya bahwa aku bisa mandiri.” Jelas Aelke.

Tapi aku tidak bilang aku tidak percaya kamu.” Kata Feni.

Jika kamu percaya aku, kenapa kamu tolak orang yang tunarungu? Papa selalu bilang kepada kita supaya kita jangan pernah menyerah. Aku tidak akan menyerah dengan impianku, dan kamu juga jangan menyerah mendapatkan dia.” Tanya Aelke.

            Disitu Feni terharu dan akhirnya memutuskan untuk tidak menyerah mendapatkan Ardhy. Di lain waktu saat Ardhy pulang kerumahnya.

“Bu, yah. Itu amplop apa?” Tanya Ardhy.

“Ini tadi ada seorang perempuan menitipkan ini untukmu. Isinya ada beberapa gambar makanan di restoran kita dan juga sejumlah uang.” Jelas ayahandanya.

            Saat itu juga Ardhy berlari keluar resto dan berniat mengejar Feni, karena ia tahu ini pasti Feni karena Feni pernah berjanji saat ia sudah punya uang ia akan membayar semuanya. Tapi ia sempat terhenti dan kembali masuk kedalam.

“Kenapa kamu kembali? Ia pasti belum pergi jauh.” Kata ibundanya.

“Meskipun aku bawa ia kembali, maukah kalian menerima dia?” Tanya Ardhy.

“Apa itu gadis yang tunarungu?” Tanya ibundanya.

“Iya. Dia gadis yang ku maksud.” Jawab Ardhy.

“ Apa dia juga yang kamu maksud rajin bekerja, cantik, optimis, ceria, dan bekerja keras untuk membantu menghidupi kakaknya karena ayahnya bekerja di luar negeri dan ibunya sudah meninggal sejak perempuan itu masih kecil?” Tanya ayahandanya.

“Iya yah.” Jawab Ardhy.

“Ibu rasa ibu dan ayah harus menyempatkan waktu untuk belajar bahasa isyarat, jadi begini ibumu ini kan cerewet kadang dagu ku kaku gara-gara aku banyak omong. Ada baiknya kita meluangkan waktu untuk belajar bahasa isyarat hehehe.” Kata ibundanya.

“Jadi? Kalian menerimanya?” Tanya Ardhy.

“Bawalah dia kesini.” Kata ayahandanya.

“Iya bawa dia kemari, nak.” Lanjut ibundanya.

“Yeaayy!!!!! Terimakasih bu, yah. Aku sayang kalian. Aku pergi dulu!!” Kata Ardhy sambil mencium kedua orang tua nya dan bergegas mengejar Feni yang sedang berada di tempat latihan kakaknya sedang menyendiri menggunakan motor kesayangannya, namun ditengah perjalanan motor Ardhy mogok terpaksa ia berlari sampai di tujuan.

            Sesampainya disana Ardhy melihat Feni sedang bengong memandang ke arah kolam renang, dan Ardhy pun langsung duduk di belakangnya. Tanpa basa-basi Ardhy mengatakan perasaannya dengan ngos-ngosan meski ia tahu Feni tidak bisa mendengar.

“Feni, aku mau mengundangmu kerumahku untuk makan malam. Aku mau memperkenalkan kamu kepada orang tuaku. Karena aku menyukaimu, aku mau jadi pacarmu. Meskipun kamu tidak bisa dengar, kedua orang tua ku akan melihat betapa hebatnya dirimu.” Setelah mengatakan hal itu ia perlahan-lahan mendekati Feni, tepat ketika Feni menengok ke belakang Ardhy berada tepat didepan wajahnya. Disitu Ardhy mengulang semua perkataannya tadi menggunakan bahasa isyarat.

Feni, aku mau mengundangmu kerumahku untuk makan malam.” Kata Ardhy.

Kenapa?” Tanya Feni.

Aku mau memperkenalkan kamu kepada orang tuaku.” Jawab Ardhy.

Kenapa?” Tanya Feni kembali.

Aku mau memberimu pekerjaan di restoranku.” Jawab Ardhy berbohong.

Tapi aku tidak bisa mendengar. Akankah orangtua mu setuju?” Kata Feni.

Mereka akan lihat usaha dan dedikasimu.” Kata Ardhy.

            Disitu Feni menangis bahagia dan mereka berdua tersenyum-senyum. Keesokan harinya Ardhy menjemput Feni dirumahnya dan dibawalah Feni menuju restorannya untuk diperkenalkan kepada orang tuanya.

            Sesampainya dirumah Ardhy langsung memperkenalkan Feni kepada orang tua nya.

“Bu, yah. Ini Feni Fitriyanti, gadis yang aku sukai.” Kata Ardhy.

“Wah iya iya silahkan duduk. Cantik sekali.” Kata ibunda.

Mereka mempersilahkan kamu untuk duduk.” Kata Ardhy kepada Feni.

            Ayah dan ibunda Ardhy pun mengeluarkan beberapa lembar kertas untuk perkenalan dengan Feni, karena mereka belum sempat belajar bahasa isyarat.

            Lembar demi lembar di keluarkan yang isinya.
“Saya ibunya Ardhy dan ini ayahnya Ardhy.”

            Lembar berikutnya berisi.
“Kami menyambutmu dengan sangat bahagia.”

            Lembar berikutnya.
“Terimakasih sudah menyukai Ardhy.”

            Lembar berikutnya.
“Ardhy juga sama sepertimu. Dia rajin, baik.”

            Lembar berikutnya.
“Optimis, dan tampan.”

            Selama ibu dan ayahanda Ardhy membolak balik kertas perkenalan itu Feni hanya tersenyum-senyum saja, sampai pada akhirnya lembar yang terakhir berisi.
“Maukah kamu menikah dengan Ardhy?”

“Bu, yah, ini apa-apaan kita baru saja jalan bersama dan sudah diajak menikah.” Kata Ardhy.

“Tidak apa-apa lagipula kalian berdua cocok.” Jawab ibundanya.

“Iya kalau kelamaan nanti...” Belum selesai ayahandanya berbicara tiba-tiba.

“Mau.” Kata Feni.

“......” Mereka bertiga terdiam mendengar Feni bisa berbicara.

“Kamu bisa berbicara?” Tanya Ardhy.

“Iya, bisa.” Jawab Feni.

“Aku kira kamu tidak bisa dengar.” Kata Ardhy.

“Aku bisa dengar kok.” Jawab Feni.

“Kenapa tidak bilang sesuatu?” Tanya Ardhy.

“Kamu sendiri tidak pernah bertanya.” Jawab Feni.

“Itu karena.. Karena.. Aku kira kamu tidak bisa dengar.” Kata Ardhy.

“Aku juga mengira kamu tidak bisa dengar.” Kata Feni.

“Bagaimana mungkin? Aku jualan nasi kotak.” Jelas Ardhy.

“Lalu apa hubungannya dengan kemampuan mendengar?” Tanya Feni.

“Tapi aku pikir aku pernah bilang sesuatu didepanmu.” Kata Ardhy.

“Memang pernah, baru semalam. Tapi secara teknis kamu bilang sesuatu dibelakangku.” Kata Feni.

“Jadi, kamu dengar itu semua?” Tanya Ardhy dengan perasaan malu.

“Iya.”

“Lalu kenapa kamu bohong padaku?” Tanya Ardhy.

“Kamu juga bohong padaku, saat aku tanya kenapa kamu mengajakku kerumahmu kamu bilang ingin memberiku pekerjaan di restoranmu bukan?” Jawab Feni.

“Jadi, kamu datang kesini bukan karena aku bisa mendengar bukan?” Tanya Ardhy.

“Tentu bukan, aku datang kesini... Karena... Aku suka kamu.” Kata Feni berbisik kepada Ardhy.

“Tunggu dulu, lalu bagaimana kalian bicara waktu pacaran?” Tanya ayahanda Ardhy.

“Kami tidak berbicara, kami gunakan bahasa isyarat.” Jawab Feni.

            Mulai hari itulah mereka berdua menjalin sebuah hubungan yang harmonis. Hubungan yang penuh dengan cobaan. Keesokan harinya Ardhy main kerumah Feni untuk berkumpul bersama dengan kakaknya.

“Aku sebenarnya pernah membayangkan suaramu.” Kata Ardhy kepada Feni.

“Iyakah? Seperti apa?” Tanya Feni.

“Iya. Seperti... Ya seperti kamu hehehe.” Jawab Ardhy meledek.

“Jadi, kenapa kamu pandai bahasa isyarat?” Tanya Feni.

“Ketika aku sekolah, aku bertemu guru bahasa isyarat. Dia bertanya apakah aku tertarik atau tidak, dan aku tertarik akhirnya aku belajar padanya. Lalu bagaimana dengan kamu?” Jelas Ardhy.

“Sejak kecil aku tidak suka berbahasa isyarat, tapi karena aku harus menerjemahkan untuk Aelke, sampai suatu hari Aelke bertanya padaku bagaimana suara piano. Lalu aku mulai menangis, sejak hari itu aku belajar bahasa isyarat dengan tekun. Aku ingin dia mengerti seluruh suara.” Jelas Feni.

“Aku mengerti sekarang. Eh itu bangau yang ku kasih sejak kapan mempunyai saudara?” Tanya Ardhy yang melihat celengan bangau yang diberikannya menjadi banyak.

“Setiap aku rindu padamu aku selalu memasukan koin kedalamnya, lama kelamaan terisi penuh dan aku harus membeli yang baru. Maka dari itu sekarang menjadi banyak.” Jawab Feni.

Besok aku akan olimpiade. Apa kalian berdua mau ikut menonton?” Tanya Aelke kepada mereka berdua.

Mau, aku sangat ingin mengibarkan bendera itu didepan orang banyak.” Jawab Feni.

Iya aku juga mau, aku akan terus mendukungmu kak Aelke.” Kata Ardhy.

            Keesokan harinya olimpiade pun dimulai. Ardhy dan Feni menonton sambil mengibarkan bendera yang beruliskan ‘Semangat kak Aelke Mariska kamu pasti bisa!’ dan pada akhirnya Aelke Mariska memenangkan olimpiade tersebut dan meraih juara 1.

            Quotes of the fanfict:
Cinta dan mimpi adalah mukjizat. Mereka tidak perlu didengar, diucapkan, atau diterjemahkan.

TAMAT
Created By: @Kentun666 (Fitriyanto)
14 Februari 2015


Inspired By Film: Hear Me (2009)

0 komentar:

Posting Komentar