“Asli kelasnya
bikin bete, mana diluar hujan lagi yaelah.” Gerutu Okta.
“Cie yang
nggak bisa pulang hahaha.” Ledek Renny sahabat Okta.
Ayu Safira Oktaviani perempuan yang
kini sudah mulai menginjak dewasa dan dibumbui kisah percintaan yang romantis
namun tidak berakhir bahagia.
“Ya ampun
ujannya deres banget gimana gue bisa pulang kalau kayak gini.” Gerutu Okta di
koridor kelas di sebuah Universitas ternama di Jakarta.
“Ta lo nggak
pulang?” Tanya Renny.
“Yah, Ren lo
nanya begitu lagi udah tau diluar hujan deres begitu, mana hujan angin pula.
Lah cowo lo mana? Nggak jemput?” Jawab Okta.
“Jemput kok
lagi otw sebentar lagi juga dateng.” Tak lama Renny bilang begitu, pasangan
Renny pun datang menjemput menggunakan mobil.
“Eh tuh dia,
gue duluan ya, Ta.” Kata Renny sambil melambaikan tangan.
“Iya-iya
hati-hati lo.” Jawab Okta.
“Nasib emang
kalau sendiri begini mana nggak bawa payung, hujan deres, nggak ada yang jemput
pula.” Gerutu Okta sambil mencolokkan headset ke handphone-nya dan duduk
dikoridor kelas.
“Aduh duh duh
yah lepek dah sial.” Kata seorang lelaki yang baru saja datang dari derasnya
hujan.
“Aduh ini
apaansih basah basah ih.” Gerutu Okta yang terkena cipratan air dari lelaki
tersebut.
“Eh eh maaf
maaf sorry nggak sengaja habisnya lepek, nih.” Kata lelaki itu.
“Oh iya nggak
apa-apa.”
“Gua boleh
duduk disini?” Tanya lelaki itu.
“Boleh boleh
silahkan.” Sambut Okta.
Beberapa menit mereka berdua hanya
terdiam, yang satu asyik bermain handphone dan yang satu sibuk mengeringkan
jaketnya. Sampai akhirnya si laki-laki tersebut membuka pembicaraan.
“Dari pada
diem-dieman begini... Nama lo siapa?” Tanya lelaki itu, namun karena Okta
mendengarkan musik dengan volume yang lumayan keras jadi ia tidak mendengarnya.
“Yaelah dia
pake headset pantes aja gua didiemin.” Gerutu lelaki itu. Akhirnya lelaki itu
berinisiatif langsung menjulurkan tangannya kedepan wajah Okta.
“Eh iya maaf
maaf.” Kata Okta sambil melepas headsetnya.
“Iya it’s ok.
Gua Rendy Ramadhan, lo?” Kata Rendy.
“Gue Ayu
Syafira Oktafiani panggil aja Okta.” Jawab Okta sambil berjabat tangan.
“Lo jurusan
apa disini?” Tanya Rendy.
“Gue anak SI,
lo sendiri?” Jawab Okta.
“Gua TI eh
tapi kok gue nggak pernah ngeliat lo deh?”
“Iya gue kan
angkatan baru, angkatan 2014 hehe lo angkatan berapa emang?” Tanya Okta.
“Gua angkatan
2011...” Beberapa lama mereka berdua akhirnya mengobrol panjang sambil menunggu
hujan berhenti, tanpa butuh waktu lama mereka pun sudah mulai dekat sampai
akhirnya Rendy berani menanyakan nomor HP Okta sampai alamat rumahnya.
“Eh hujan udah
berhenti, nih lo mau pulang?” Tanya Rendy.
“Iya deh gue
pulang duluan kak, nggak enak udah ditungguin sama mamah.” Jawab Okta.
“Eh jangan
panggil kak, kurang akrab banget. Panggil nama aja kan lebih enak didenger,
kalau dipanggil kak kesannya kayak kakak-adik banget.”
“Hehehe
iya-iya, Ren. Yaudah gue duluan ya.”
“Eh bentar, lo
pulang naik apa?”
“Paling nyari
bus, kenapa emang?” Tanya Okta.
“Bareng aja,
yuk? Gua bawa motor kok kan searah ini.” Ajak Rendy.
“Yah tapi kan
rumah gue agak lebih jauh dari rumah lo, Ren.”
“It’s oke
sekalian gua jalan-jalan haha.”
“Yaudah, deh
yuk.”
Mereka berdua pun pulang bersama.
Semenjak saat itu Okta dan Rendy pun semakin kesini semakin dekat.
“Kelas dulu
ya, Ren.” Kata Okta sambil melambaikan tangan.
“Iya gua juga
ya.” Balas Rendy.
“Ih cie siapa
tuh, Ta? Cowo baru?” Tanya Renny.
“Heee bukan,
dia kan senior kita.” Jawab Okta.
“Senior atau
bukan mah nggak ngaruh, cowo lo kan? Iya kaaan? Udah deh ngaku aja hahaha.” Ledek
Renny.
“Yee dikata
bukan, udah ah ayo masuk kelas nanti telat lho.” Kata Okta mengalihkan
pembicaraan.
Tak butuh waktu lama Okta dan Rendy
pun telah menjalin hubungan yang awalnya tidak diketahui oleh Renny, sahabatnya
sendiri.
“Tuhkan
hayoloh ke gep hahaha pacaran kan lo?” Tanya Renny mengagetkan yang tiba-tiba
muncul dari belakang Okta setelah Okta diantar oleh Rendy.
“Ah ilah lo
ngagetin aja kayak setan tau nggak.” Jawab Okta.
“Hahaha udah
nggak usah ngalihin pembicaraan deh lo jadian kan? Iya kan? Hayo ngakuuuu.”
Bujuk Renny.
“Hmmm gimana
ya?”
“Kenapa? Kok
bingung? Wah parah lo nggak nganggep dia ya?” Tanya Renny meledek.
“Enak aja, iya
gue udah jadian sama Rendy.” Jawab Okta malu-malu.
“Asik makan
pangsit gratis nih hahaha.” Ejek Renny.
Semenjak saat itu Okta dan Rendy
telah menjalin hubungan selama 8 bulan sampai akhirnya Rendy wisuda dan lulus
kuliah.
“Cheeeerrrrs!!!!”
“Cie congrats
ya, Ren atas wisudanya.” Kata Okta.
“Thanks
sayang, kamu kapan nyusul nih, Ta? Hehe.” Jawab Rendy sambil meledek.
“Hiiii aku
masih lama tau. Oiya rencana kamu habis ini mau gimana?”
“Nah ini dia,
Ta yang mau aku omongin sama kamu. Jadi gini, aku disuruh ngelanjutin S2 di
luar negeri, tepatnya di Australia. Aku bingung harus gimana.” Kata Rendy.
“Hah? Serius?
Yah terus gimana?”
“Aku juga
bingung, Ta. Aku takut kalau kita LDR-an.” Jelas Rendy.
“Hm yaudah
nggak apa-apa kalau itu demi masa depan kamu, LDR itu nggak seberapa penting
sama masa depan kamu, kita masih bisa contact by phone, skype, dan lain-lain
dan kalau kamu libur semester kan bisa pulang sebentar.” Kata Okta.
“Yakin, Ta
nggak apa-apa?” Tanya Rendy meyakinkan Okta.
“Iya, Ren aku
percaya kamu kalau kamu percaya aku.” Jawab Okta.
“I love you.”
Kata Rendy sambil mencium kening Okta.
“Love you
too.” Jawab Okta.
“Cieeeeeeeee
elaaaah sosweet amat sih mba, mas hahaha.” Kata Renny dan Faisal meledek mereka
berdua.
“Diiih lu
ngapa berdua hahaha.” Jawab Rendy.
“Tau lo udah
nyusul kita dong jadian juga cieeeee.” Kata Okta balik meledek mereka. Renny
dan Faisal pun hanya tersenyum tersipu malu.
2 minggu sudah semenjak wisuda
kelulusan Rendy, dan tinggal seminggu lagi Rendy akan berangkat ke Australi.
“Ta, seminggu
lagi aku berangkat, kita nggak akan bisa nonton bareng kayak gini lagi, deh
selama beberapa waktu.” Kata Rendy.
“Iya ya. Aku
bakal kangen, kangen semuanya dari kamu yang pasti.”
“Yaa kayak apa
kata kamu. Aku percaya kamu kalau kamu percaya aku.” Kata Rendy.
“Ohiya besok
malam free nggak?” Lanjut Rendy.
“Free kok,
Ren. Kenapa?” Tanya Okta.
“Kita makan
malem sama keluarga aku yuk? Sekalian aku ngenalin kamu.” Jelas Rendy.
“Hmm yaudah
boleh boleh hehe.”
Keesokan harinya tepat pada pukul 7
malam Rendy mengabarkan Okta melalui pesan singkat untuk menjemputnya dirumah.
“Ta aku
berangkat kerumah kamu ya.” Kata Rendy.
“Iya, Ren aku
udah siap.”
Tak berapa lama pun Rendy datang
menjemput Okta.
“Assalamualaikum
om tante.” Kata Rendy sambil mengetok pintu rumah Okta.
“Waalaikumsalam
eh nak Rendy, ayo masuk dulu.” Kata ibunda Okta yang menyambut dengan ramah.
“Nggak usah
tante kita buru-buru sebentar lagi acaranya mau dimulai. Ohiya si om mana
tante?” Jawab Rendy.
“Ohiya
astaghfirullah tante lupa kalian mau makan malam ya si papi ada didalem biasa
lah kalau udah liat bola suka gitu, yaudah sebentar ya tante panggil Okta nya
dulu. Oktaaaaaa nih Rendy udah dateng nih jemput kamu.” Kata Ibunda Okta.
“Iya ma,
sebentar.” Tak berapa lama Okta pun datang dengan pakaian yang amat sangat
anggun.
“Aduh anak
mama cantiknya.”
“Ih mama bisa
aja aku nggak cantik....” Belum selesai Okta bicara sudah dipotong dengan
Rendy.
“Subhanallah
cantiknya.” Kata Rendy.
“Tuh kan Rendy
aja bilang cantik.”
“Hehe yaudah
ma Okta berangkat dulu, pi Okta berangkat duluuuuu. Assalamualaikum.” Kata Okta
sambil mencium tangan ibundanya.
“Tante
berangkat dulu.” Kata Rendy.
“Iya
Waalaikumsalam hati-hati ya.” Kata ibunda Rendy.
Sampailah mereka berdua dirumah
Rendy dan disambut dengan sangat amat ramah oleh kedua orang tua Rendy dan
kedua adiknya. Ditengah makan malam ibunda Rendy memberitahu Okta perihal Rendy
yang akan meneruskan S2 di Australia.
“Oh iya kamu
sudah tahu nanti Rendy bakal nerusin S2 di Australi?” Tanya ibunda Rendy.
“Iya tau kok,
tante kemarin waktu Rendy wisuda dia udah ngomong hehe.” Jawab Okta.
“Hmm bagusdeh,
kamu gimana? Nggak apa-apa kan?” Tanya ibunda Rendy lagi.
“Nggak apa-apa
kok tante selama itu baik buat Rendy aku yakin pasti kedepannya baik buat aku
juga.” Jawab Okta.
“Benar-benar
anak yang baik dan pengertian kamu ini, nggak salah Rendy milih kamu.” Canda
ibunda Rendy.
Seminggu pun berlalu, kini Rendy
harus bersiap menaiki pesawat dengan tujuan Australia.
“Mah, pah, Ta.
Aku berangkat dulu ya.” Kata Rendy berpamitan.
“Ron, Dik.
Abang berangkat ya, kamu sekolah yang bener jangan nyusahin mamah sama papa.”
Kata rendy kepada kedua adiknya.
“Siap bang!”
Jawab kedua adiknya dengan tegas.
“Iya Ren, kamu
hati-hati ya disana. Tapi apa kamu yakin kamu mau nerusin S2 disana?” Tanya
ibunda Rendy.
“Iya mah,
doain aja biar cepet selesai terus aku cepet pulang.” Jelas Rendy.
“Yasudah kalau
itu mau kamu, belajar yang gia=t ya, nak.” Kata ayah Rendy sambil mencium
kening anaknya.
“Ta, aku
pergi. Nggak tau mungkin sampai kapan. Intinya aku bakal ada untuk kamu terus,
dan aku pun berharap begitu, kamu bakal ada untuk aku terus.” Kata Rendy sambil
menggenggam kedua tangan Okta.
“Iya, Ren aku
janji dan akan aku buktiin kalau aku akan terus ada buat kamu. Kamu baik-baik
ya disana. Hmmm.....” Jelas Okta, namun Okta merasa ada yang janggal.
“Kenapa? Kok
kayaknya gelisah gitu?” Tanya Rendy.
“Kalau boleh
jujur perasaan aku nggak enak, kamu bener-bener yakin mau ke Australi?” Tanya
Okta meyakinkan.
“Ta, semua
perasaan nggak enak kamu itu dibuang aja, kamu yakin aja kalau aku nggak bakal
kenapa-kenapa disana. Kamu yakin aja sama hati kamu. Udah ya aku berangkat
dulu.” Jelas Rendy. Dan Okta hanya membalas dengan anggukan.
Rendy pun berjalan menuju pesawatnya
dan duduk didekat jendela pesawat supaya bisa melihat keluarga & orang
tersayangnya untuk terakhir kali dalam beberapa waktu. Tak berapa lama pun
pesawat lepas landas dan Rendy melambaikan tangan ke keluarga dan Okta.
Setelah Rendy sudah take off mereka
pun pulang kerumah masing-masing, tetapi perasaan tidak enak di hati Okta malah
semakin menggebu-gebu. Karena waktu sudah menunjukkan Shalat Maghrib akhirnya
Okta pun memutuskan untuk menenangkan hatinya dengan Shalat Maghrib.
“Ya Allah
jagalah Rendy dalam perjalanannya untuk menimba ilmu di Negeri orang, jagalah
ia sebaik mungkin engkau jaga. Ya Allah berilah kekuatan kepada hati hamba yang
selalu berfikir negatif ini, jauhkanlah Rendy dari segala mara bahaya yang ada
diluar sana. Ya Allah kabulkanlah do’a hamba. Aamiin ya Rabbal Alamiin.”
Selesai Shalat Okta dipanggil untuk
makan malam bersama kedua orang tuanya.
“Ta sini makan
dulu, mama sudah masakkin masakan kesukaan kamu, nih.” Kata ibunda Okta yang
memanggil dari ruang makan.
“Iya ma, Okta
dateng.” Jawab Okta.
Sembari mereka bertiga makan malam
ibunda Okta menanyakan perihal Rendy yang sedang pergi ke Australia.
“Ta, gimana
pacar kamu itu? Udah berangkat?” Tanya ayah Okta.
“Udah kok, pa
aku baru aja pulang nggak lama aku sampe rumah eh papa baru pulang.” Jawab
Okta.
“Jadi dia ke
Australia?” Tanya ibunda Okta.
“Jadi, mah. Eh
tapi kok daritadi tuh hati aku nggak enak banget kayak ada yang ngeganjel gitu
mah.” Kata Okta.
“Ngeganjel
gimana, nak?” Tanya ibunda Okta.
“Ya gitu kayak
ada perasaan nggak enak, aku takut ada apa-apa sama Rendy mah, pah.” Jelas
Okta.
“Udah itu kamu
cuman ngerasa gelisah aja karena mau ditinggal jauh udah gitu lama pula, nanti
juga ilang sendiri. Kamu berfikir positif aja.” Jelas ayah Okta.
“Hmm iya deh,
pa.”
Selesai makan malam Okta Shalat
Isya’ lagi-lagi ia tak berhenti mendoakan keselamatan Rendy diluar sana.
Setelah Shalat Okta langsung tidur karena hari ini ia sangat lelah.
“*ddddzzzzztttt*
*dddddzzzzzttttt* *dddddzzzzzttttt*” Handphone Okta berdering jam 1 pagi.
“Aduh siapa
lagi ini yang telpon jam segini kurang kerjaan banget.” Gerutu Okta sambil mengucek-ngucek
matanya. Ternyata waktu ia lihat HP-nya ada telpon dari Renny sahabatnya.
“Halo Ta?”
Kata Renny melalui telpon.
“Hah? Iya,
Renny kenapa? Sumpah ya lo ganggu tidur gue banget.” Kata Okta.
“Liat berita
sekarang, cowo lo naik pesawat kan?”
Saat Okta mendengar Renny berbicara
seperti itu Okta langsung menyalakan tv kamarnya dan melihat channel berita.
Betapa shock nya ia bahwa ada berita pesawat jatuh, dan nama pesawatnya sama
dengan nama pesawat yang dinaikki Rendy. Awalnya Okta tidak percaya, ia
menunggu informasi menuju kemana pesawat yang jatuh itu.
“Nggak,
Ren.... Bukan....” Kata Okta yang sudah mulai berkaca-kaca.
“Pesawat yang jatuh diinformasikan akan
menuju ke Australia, pesawat yang berangkat pada pukul 17.00 ini mengalami
rusak mesin dibagian kanan sayap pesawat sehingga menyebabkan terjadinya oleng
dan akhirnya terjatuh.” Ketika Okta mendengar informasi dari berita
tersebut sontak ia tidak bisa berkata apa-apa di telpon. Okta menangis.
“Ta? Halo Ta?
Itu bener nggak? Ta?” Kata Renny namun tak dijawab oleh Okta.
Malam itu juga Okta menuju kerumah
orang tua Rendy, dan ternyata mereka juga sudah mengetahui perihal berita
tersebut. Ibunda Rendy yang terus menangis dan ayahanda Rendy yang mencoba
menenangkan ibundanya. Sementara itu Okta terus menerus berdoa.
“Kita tunggu
kabar selanjutnya saja, mudah-mudahan Rendy masih selamat.” Kata ayahanda
Rendy.
Mereka semua tidak tidur sampai pagi
tiba. Bahkan jam sudah menunjukkan pukul 10.00 mereka masih belum juga tidur
karena menunggu kabar selanjutnya. Mereka terus menerus menunggu sampai
akhirnya pukul 15.00.
“*kriiiiinnnggg*
*kriiiiinnnngggg*” Bunyi telpon rumah Rendy.
“Iya
Assalamualaikum disini rumah keluarga Ramadhan.” Jawab ayahanda Rendy.
“Apa benar ini
rumah dari saudara Rendy Ramadhan?” Kata seseorang yang berbicara didalam
telpon.
“Iya betul.
Kenapa dengan anak saya?”
Setelah dijelaskan panjang lebar
oleh seseorang yang didalam telpon, ayah Rendy lemas dan hampir jatuh pingsan.
“Om kenapa om?
Rendy nggak apa-apa kan?” Tanya Okta sambil menangis tersedu-sedu.
“Pah anak kita
nggak apa-apa kan pah?” Tanya ibunda Rendy sambil menangis juga.
“Rendy.....
Rendy Ramadhan anak kita , jadi salah satu korban yang tidak selamat bu....”
Kata ayahanda Rendy.
Tangis pun pecah dari seluruh
keluarga Rendy dan Okta pun ikut menangis tak henti-henti. Sore itu juga mereka
menjemput jenazah Rendy yang dibawa ke salah satu Rumah sakit yang ada
dibilangan Jakarta. Disitu mereka semua benar-benar sedih, mereka semua
menangis kehilangan orang yang mereka sayangi.
Malam itu jenazah Rendy dibawa
kerumah duka untuk dimandikan dan dishalatkan dan berencana akan dikuburkan
besok pagi dipemakaman tempat kakeknya di makamkan.
“Tante om,
turut berduka cita ya, yang sabar om tante.” Kata Renny.
“Iya, Ren
makasih ya.” Jawab ayah dan ibunda Rendy.
“Ta.” Kata
Renny sambil memeluknya. Ia juga merasakan kesedihan yang sangat amat dalam di
hati Okta. Mereka berdua menangis.
“Renny......
Rendy, Ren, Rendy.....” Kata Okta menangis tersedu-sedu.
“Iya, Ta iya.
Gue ngerti kok, lo nggak bisa nahan dia. Udah waktunya dia dipanggil sama Yang
Maha Kuasa.” Jelas Renny.
“Tapi kenapa
sekarang, Ren kenapa.” Kata Okta sambil menangis tak henti-hentinya.
“Udah ya udah
tenang, lo masih nggak ngira aja ini. Lo harus bisa ikhlasin dia.” Jelas Renny.
Malam itu Okta menginap dirumah Alm.
Rendy bersama dengan Renny yang menemaninya. Orang tua Okta pun mengerti
perasaan anaknya, maka dari itu mereka membiarkan Okta menginap.
Keesokan harinya jenazah Rendy akan dikebumikan
sebelum Shalat Dzhuhur. Dan Okta ikut mengiringi jenazah kekasihnya itu sampai
di liang lahat. Pada saat jenazah dikuburkan Okta tak kuasa menahan sedih dan
akhirnya ia pingsan dan dibawa kesebuah saung yang ada di makam tersebut.
“Ta minum dulu
minum dulu.” Kata Renny.
“Ta, lo harus
ikhlasin Rendy, kalau lo nggak ikhlas dia nggak bakal tenang disana, dia bakal
kesiksa disana. Lo nggak mau kan dia susah disana? Lo ikhlasin.” Jelas Renny.
Okta yang masih tidak bisa
berkata-kata hanya menangis meratapi kepergian kekasihnya tersebut.
“Gue inget
janji gue, Ren gue bakal ada terus dimanapun dia berada, gue bakal ada terus
gimanapun keadaannya dia. Dia juga bilang gitu ke gue, Ren.” Kata Okta sambil
terus menangis.
“Iya gue
ngerti, tapi nggak gini caranya. Lo bisa terus ada di sisi dia dengan terus
ngedoain dia supaya ditempatkan di sisi-Nya, ditempatkan di tempat orang-orang
baik. Rendy itu orangnya baik, selama dia pacaran sama lo nggak pernah
sekalipun dia nyakitin lo. Ya udah ya.” Jelas Renny.
Akhirnya setelah beberapa minggu
Okta mulai mengikhlaskan kepergian Rendy untuk selamanya. Ia akan tetap membuka
hatinya kepada orang lain, namun disatu sisi ia akan terus menempatkan hatinya
untuk Rendy Ramadhan seorang.
“Cinta pertama
memang butuh pengorbanan, cinta bahagia memang berakhir di pelaminan. Namun,
cinta sejati cinta yang hidup semati.”
TAMAT.
Created by:
@Kentun666 (Fitriyanto)
29 Maret 2015
0 komentar:
Posting Komentar