The Flower We Saw That Day

“Sudah belum!?”

“Belum!!”

“Sudah belum!?”

            Seketika tak ada jawaban lagi. Sinka pun mulai melanjutkan permainannya.

“Siap atau tidak aku datang!!”

            Sinka Juliani, seorang anak berumur 7 tahun yang cantik. Ia memiliki 5 sahabat sejati, Christi, Jinan, Albertus, Bimo, dan Reno. Mereka selalu bermain bersama di hutan dekat rumah mereka. Hutan tersebut memang tidak terlalu berbahaya karena hutan tersebut pun pernah ditinggali oleh sepasang suami istri. Ketika sepasang suami istri itu memutuskan untuk pindah akhirnya Sinka, Christi, Jinan, Albertus, Bimo, dan juga Reno memutuskan untuk menjadikan bekas rumah tersebut sebagai markas rahasia mereka untuk bermain bersama.


“Nah mulai sekarang inilah markas kita, dan mulai sekarang kita adalah geng Super Beast! Bagaimana? Keren bukan?” Kata Reno.

“Aku setuju dengan nama dan tempat ini, cocok sekali nama Beast dengan lokasi markas kita yang ada di hutan!” Jawab Bimo.

            Sinka dan yang lainnya pun ikut setuju, mereka semua bersahabat bersama, bermain bersama, tinggal bersama di rumah markas mereka yang ada di hutan tersebut. Sampai suatu ketika saat mereka semua sedang berkumpul di markas.

“Sebetulnya aku tidak begtu perduli dengan apa yang ingin aku tanyakan. Tapi, Reno apa kamu suka dengan Sinka?” Tanya Christi.

            Reno pun tidak bisa menjawab, dia hanya diam dan menunduk saja. Ya, hanya itu yang bisa dilakukan bocah berumur 7 tahun ketika ditanya tentang cinta.

“Ah bagaimana kalau kita main petak umpet saja?! Ayo kita keluar!” Kata Reno mengalihkan pembicaraan.

“Weh Reno, kamu jangan mengalihkan pembicaraan, ayo jawab saja Reno jawablah ayo jawaaabbb..” Kata Albertus meledek Reno.

“Iya jawablah, kalau kamu melarikan diri berarti kamu pemimpin geng yang payah.” Kata Bimo.

“Hey sudah Albertus, Bimo! Kalian membuat Sinka dan Reno menjadi tidak nyaman tahu!” Kata Jinan.

“Lagipula siapa juga yang suka dengan anak jelek ini!” Jawab Reno sambil berlari keluar.

            Seketika Sinka, Christi, Jinan, Albertus, dan Bimo terdiam mendengar ucapan kasar Reno kepada Sinka.

“Reno tunggu!” Kata Sinka sambil mengejar Reno keluar.

            Reno pun berhenti di sebuah pohon besar, ia duduk terdiam menyesali perbuatannya.

“Yaampun apa yang baru saja aku katakan. Seharusnya aku jujur dan tidak boleh berkata seperti itu pada Sinka.” Kata Reno merenung.

            Sementara itu Sinka masih mencari Reno kesana-kemari. Berteriak memanggil nama Reno. Sampai saat itu tiba. Christi menemukan Reno yang sedang duduk dibawah pohon dan langsung memberitahu Reno tentang Sinka.

“Reno!! Reno!!! Sinka!!!” Kata Christi berlari-lari panik.

            Christi pun mengajak Reno menuju tebing yang ada di ujung hutan. Dan ternyata Sinka terjatuh di tebing tersebut dan meninggal seketika. Reno, Albertus, Bimo, Christi, dan Jinan menangis tersedu-sedu menangisi kepergian Sinka.

----- 13 tahun kemudian -----

“Christi, kita bisa bicara sebentar?” Kata Bimo.

“Ada apa?” Jawab Christi.

“Apa kamu masih memikirkan tentang dia?” Tanya Bimo.

“Dia? Siapa? Sinka? Bagaimanapun dia adalah sahabat kita.” Jawab Christi.

“Kamu ini, masih saja tidak bisa melupakannya. Dia itu kan sudah lama tiada.” Kata Bimo.

“Kamu sendiri masih menanyakannya, dasar. Sudah ya aku pulang duluan.” Kata Christi.

            Bimo dan Christi kini sekolah di universitas yang sama. Universitas ternama di Jakarta.

“Kamu sedang membuat apa?”

            Jinan hanya terdiam menyelesaikan lukisannya.

“Oh, mengenang kisah masa kecil. Hari libur seperti ini masih saja kamu mengikuti kelas melukis.” Kata guru melukis Jinan.

“Pak, manusia itu makhluk yang sangat amat kejam, ya?” Kata Jinan.

“Hm. Karena itulah kita diciptakan mempunyai akal dan fikiran. Untuk bisa menghilangkan status ‘makhluk yang sangat kejam’” Kata guru lukis Jinan.

            Jinan kini semenjak putus sekolah di SMA ia melanjutkan kursus lukisnya, ia ingin meneruskan impiannya menjadi pelukis sukses.

“Wah apakah ini game terbaru Attack on Titan ya? Waaah kamu hebat ya bisa mendapatkan game ini dengan cepat.”

“Apa-apaan ini. Aku masih bisa mendengar suaranya. Ah mungkin saja karena aku terlalu banyak main game, dan sekarang aku lapar.” Kata Reno dalam hatinya.

            Reno pun menuju dapur dan memasak sebuah mie instan memakai telur.

“Waaah mie instan dengan telur, akan lebih enak jika telurnya setengah matang. Kamu hebat juga ya dalam hal memasak!”

“Aku masih bisa mendengarnya. Dan kali ini dia memujiku memasak padahal kan hanya masak mie instan saja.” Kata Reno dalam hatinya lagi.

            Reno samar-samar mendengar suara mirip sekali dengan suara Sinka, sampai pada akhirnya.

“WAAAHHHHHH!!!!!” Reno tersentak kaget ketika punggungnya disentuh oleh seseorang padahal dirumah Reno ia hanya tinggal dengan ayahnya saja dan ayahnya pun sedang bekerja.

            Reno langsung berlari menuju kamarnya lalu langsung dengan cepat menutup pintunya.

“Si-si-siapa diluar sana! Cepat jawab aku punya senjata!” Kata Reno yang berada di dalam kamar.

“Yaampun kamu sudah melupakanku ternyata. Ini aku, Sinka Juliani.” Kata Sinka.

“Si-si.... SINKA!? Yang benar saja! Sahabatku itu sudah meninggal 13 tahun yang lalu! Kamu jangan mengada-ngada! Dan kalaupun benar kamu Sinka cepat pergi sana!” Kata Reno yang ketakutan dikamarnya.

“Baiklah. Maafkan aku karena telah membuatmu takut. Tapi akupun senang bisa tahu kalau kabarmu baik-baik saja.” Kata Sinka yang sedikit sedih karena diusir oleh Reno.

            Tak lama kemudian Reno pun memberanikan diri untuk keluar kamar, dan ia tidak melihat seorangpun dan mendengar suara apapun. Sinka sudah pergi menuju rumahnya.

“Aku pulang!” Kata Sinka.

“Nah ini, mie instan dengan telur mata sapi setengah matangnya sudah jadi!” Kata ibunda Sinka yang meletakkan makanan favorit Sinka di meja makan sambil hanya melihat makanan favorit Sinka.

“Ayolah bu, ibu masih belum bisa melupakan Sinka, dia sudah tidak ada bu!” Kata Naomi sambil membentak dan berjalan menuju kamarnya.

“Naomi jangan kasar pada ibumu!” Kata ayahanda Sinka.

            Naomi adalah kakak dari Sinka, dan ia pun sudah merelakan kepergian adiknya, Sinka. Namun, ibundanya masih belum bisa merelakan kepergian Sinka.

“Ibu, aku disini. Aku senang melihat ibu sehat, dan juga ayah. Kak Naomi, aku juga senang melihat kak Naomi lagi. Aku rindu kalian semua.” Kata Sinka.

            Reno yang tadi ketakutan melihat Sinka, mie instannya menjadi kelebihan air dan alhasil tak bisa dimakan. Reno pun keluar untuk membeli makanan, sesampainya di kedai makanan ia bertemu seseorang.

“Reno?” Kata Albertus.

“Eh.. Maaf anda salah orang.” Jawab Reno.

“Nggak nih! Kamu Reno kan? Waaah gila pemimpin geng apa kabar? Waah makin ganteng aja sekarang, eh kita main ke markas yuk?!” Ajak Albertus.

“Markas? Markas apa?” Tanya Reno.

“Ah bagaimana kamu ini masa lupa, markas geng Super Beast! Ayo ikutlah” Kata Albertus.

            Setelah mereka berdua selesai membeli makanan, Albertus pun langsung mengajak Reno untuk pergi ke markas bereka dahulu yang berada di hutan. Sesampainya disana.

“Waaah aku tidak menyangka bahwa tempat ini masih ada, kamu tinggal disini Albert?” Tanya Reno.

“Iya, semenjak aku berpisah dengan orangtua ku, aku mencari tempat kost tapi semuanya mahal dan aku teringat kalau kita punya tempat khusus disini maka dari itu aku tinggal disini saja, gratis hehehe.” Jawab Albertus.

“Apa orangtua mu berpisah?” Tanya Reno.

“Ah! Tidak! Ada-ada saja kamu, bukan begitu maksudnya. Aku ingin belajar mandiri maka dari itu aku mau nge-kost tadinya, tapi yaa karna yang aku bilang tadi karena mahal jadi aku tinggal disini, begitu.” Kata Albert.

“Ohh begitu, ku kira orangtua mu pisah. Ohiya kebetulan sekali aku bertemu denganmu, ada yang ingin aku ceritakan.” Kata Reno.

“Ohiya? Apa itu? Apa soal perempuan?” Tanya Albertus penasaran.

“Bukan.” Jawab Reno.

“Lalu?”

“Ini soal Sinka.” Kata Reno.

“APA!? SINKA KATAMU!?” Tanya Albertus dengan sangat terkejut.

            Reno hanya mengangguk perlahan saja.

“Si-sin.. Sinka Juliani? Sahabat kita dulu? Bukankah dia sudah...”

“Iya dia memang sudah meninggal, tapi percaya atau tidak barusan saja sebelum aku membeli makan aku didatangi oleh Sinka, entah itu hanya hantu, halusinasi, ataupun beneran Sinka.” Jelas Reno.

“Apa yang kamu katakan ini sungguhan kan? Bukan hanya cerita belaka?” Tanya Albertus.

“Aku tidak akan pernah main-main kalau aku cerita tentang sahabatku.” Kata Reno.

“Baiklah kalau begitu besok aku akan mengumpulkan Bimo, Christi, dan Jinan di cafe seberang. Kita akan membicarakannya sama-sama.” Kata Albertus.

“Kamu sudah bertemu dengan mereka?” Tanya Reno.

“Yaa beberapa waktu lalu aku bertemu Christi dan Bimo, mereka satu kampus. Sedangkan Jinan aku bertemu saat ia sedang menunggu bis.” Kata Albertus.

“Yasudah aku pamit pulang dulu, besok jam 10 pagi aku datang kesini untuk bertemu mereka. Aku datang denganmu ya?” Kata Reno.

“Baiklah!”

            Keesokan harinya mereka pun berkumpul di salah satu cafe yang dekat dengan markas mereka, tepatnya diseberang hutan.

“Christi apa kamu mau ikut pulang bersama kami?” Tanya teman sekelas Christi.

“Ah kalian pulang duluan saja, ada yang ingin aku temui.” Kata Christi.

“Baiklah sampai nanti!”

            Christi pun menuju cafe tersebut, dan saat memasuki cafe tersebut Christi bertemu dengan Jinan yang sedang sibuk dengan laptopnya.

“Jinan?” Sapa Christi.

“Duduklah.” Kata Jinan.

“Apa kamu diundang oleh Albert juga?” Tanya Christi.

“Iya seperti yang lainnya.” Jawab Jinan singkat.

“Huh kamu ini masih tidak berubah dengan sift cuekmu itu.” Kata Christi.

            Tak lama kemudian Bimo datang, dan langsung duduk.

“Jadi kalian juga diundang ya? Ku kira hanya aku saja.” Kata Bimo.

            Tak lama setelah Bimo datang, Albertus pun masuk kedalam cafe.

“Waaahhhh Bimo sudah lama tidak bertemu, Christi dirimu semakin cantik saja, dan waaah Jinan ah.. Kurasa tidak berubah sifat cuekmu itu ya.” Kata Albertus.

“Wah Albert, sekarang kamu gendutan ya, tidak seperti dulu. Dan sekarang gondrong bukan lagi Albert yang botak haha” Ledek Christi.

“Sudah-sudah tak perlu basa-basi ini dia pemimpin geng kita.. Reeeennnooooo!!” Kata Albertus sambil menyambut Reno di pintu masuk cafe.

“A-aku sepertinya ada tugas jadi aku langsung pamit pulang ya.” Kata Reno sambil berjalan keluar lagi.

“Aduuuh nanti dulu apa-apaan kamu ini, apa kamu tidak rindu kepada semua sahabatmu ini!?” Kata Albertus sambil menarik Reno kembali masuk kedalam cafe.

“Oh jadi ini pemimpin geng kita. Seseorang yang tidak ingin sekolah. Pemimpin macam apa ini.” Kata Bimo dengan kesalnya.

“Bimo! Apa yang kamu katakan!” Kata Christi.

“Apa!? Apa kalian tidak ingat? Gara-gara siapa Sinka meninggalkan kita semua untuk selamanya!? Intropeksi dirilah dulu!” Kata Bimo sambil keluar meninggalkan cafe.

            Pertemuan yang seharusnya menyenangkan malah menjadi petaka, karena Bimo menganggap biang kerok semua ini adalah Reno, yang awalnya mencela Sinka sampai akhirnya Sinka pergi ke hutan lalu jatuh kedalam jurang.

            Christi, dan Jinan pun ikut pergi tanpa sepatah katapun. Sedangkan Reno dan Albertus masih ada di da;am cafe.

“Benar kan feeling ku. Pasti semua akan berantakan.” Kata Reno.

“Sudahlah, mungkin mereka masih emosi dan masih belum bisa melupakan kejadian itu. Coba kamu jelaskan bagaimana kamu bisa didatangi oleh Sinka.” Kata Albertus.

“Jadi begini, aku pernah mengingat sesuatu, permintaan terakhir dari Sinka sehari sebelum dia pergi. Dia meminta kalau dia ingin sekali menyalakan kembang api yang sangat besar. Kalian pun juga pasti tahu, dia sangat suka dengan kembang api. Kurasa dia hanya ingin permintaan terakhirnya kita turuti.” Jelas Reno.

“Tapi bukankah kembang api besar itu harganya tidak murah ya?” Kata Albertus.

“Justru itu aku bingung sekarang harus bagaimana.”

            Sementara Albertus dan Reno membicarakan cara supaya bisa memuat kembang api yang besar, Bimo saat perjalanan menuju pulang kerumah ia membeli sesuatu di toko baju. Dan anehnya itu adalah toko baju wanita.

            Saat pulang kerumah Reno sudah tidak takut dan bahkan sudah terbiasa dengan kehadiran Sinka dirumahnya.

“Aku pulang.” Kata Reno.

“Ah Reno! Kamu sudah pulang. Kamu darimana dan sedang bertemu siapa tadi?” Tanya Sinka.

“Ah kamu ini, seperti seseorang yang penting saja, bertanya sampai se-detail itu. Aku habis ada urusan. Ohiya, besok pagi aku ingin membeli roti. Kamu mau ikut?” Kata Reno.

“Ah mau! Aku bosan dirumah mu terus.” Kata Sinka.

“Salahmu sendiri, sudah jelas kamu bisa kemana saja dan kapan saja yang kamu mau dengan sekejap mata tapi kenapa kamu betah disini.” Kata Reno.

“Karena hanya kamu yang bisa melihat dan mendengarku.” Jawab Sinka.

            Keesokan harinya saat Reno dan Sinka pergi membeli sebuah roti, ditengah jalan Sinka melihat sebuah papan iklan yang besar bergambarkan kembang api.

“Ah tunggu dulu Reno!” Kata Sinka sambil berlari mendekati papan iklan tersebut.
“Yaampun indah sekali, aku ingat dulu aku pernah melihat pesta kembang api bersama keluargaku. Kembang api itu indah sekali ya, tapi sayang hanya sesaat saja munculnya.” Kata Sinka.

            Setelah melihat papan iklan lalu pergi membeli roti merekapun menuju sebuah toko hobi.

“Kenapa kita berhenti disini?” Tanya Sinka.

“Sudah kamu tunggu saja di sepeda, aku segera kembali.” Kata Reno sambil berjalan menuju kedalam toko.

            Saat Reno keluar dari toko, ternyata Reno membelikan sesuatu untuk Sinka.

“Waaah yaampun kembang api, terimakasih banyak yaa aku sangat suka.” Kata Sinka dengan perasaan yang amat senang karena dibelikan kembang api oleh Reno.

            Merekapun menuju taman sambil beristirahat disana. Tak lama kemudian terdengar suara motor mendekat. Dan ternyata itu adalah Albertus.

“Reno!! Reno!!!! RENO!!!!!!” Kata Albertus yang terburu-buru turun dari motor langsung terburu-buru seperti ingin memberitahu sesuatu yang penting kepada Reno.

“Waah Albert! Sudah lama tidak bertemu!” Kata Sinka sambil berlari yang ingin memeluk Albertus. Tapi sayang, ia hanya bisa menembus tubuh Albertus.

“A-ada apa ini Albert? Kenapa kamu terburu-buru begitu?” Tanya Reno.

“Semalam aku bertemu dengan hantunya Sinka! Dia lewat didepan markas!” Kata Albert.

“Hah? Bertemu aku? Tapi aku kan baru bertemu Albert sekarang.” Kata Sinka yang terlihat kebingungan.

            Reno pun juga ikut bingung ketika Sinka bilang begitu, dan Reno pun mulai sadar memang benar yang hanya bisa melihat dan mendengar Sinka hanya dirinya seorang.

“Bagaimana bisa kamu juga bertemu Sinka?” Tanya Reno.

“Iya semalam waktu aku sedang membuang sampah, tiba-tiba aku melihat sesosok wanita didalam kegelapan dan wanita itu memakai pakaian seperti Sinka dulu, dress putih dengan hiasan warna biru serta rambut panjangnya yang terurai. Ini tidak bisa dibiarkan, aku harus menjelaskan kejadian ini kepada semuanya.” Jelas Albert.

            Setelah pertemuan singkat itu mereka pun kembali kerumah masing-masing. Sesampainya Reno dirumah ia masih bingung kenapa Albert bilang semalam ia bertemu dengan Sinka sedangkan Sinka baru bertemu Albert siang ini.

            Keesokan harinya mereka berlima berkumpul di taman. Dan Albert mencoba menjelaskan dengan apa yang dialaminya.

“Ada apa lagi ini? Jika tidak ada hal penting aku akan pergi sekarang. Buang-buang waktuku saja.” Kata Bimo.

“Tunggu dulu, Bimo. Tahan emosimu, tidak mungkin Albert mengumpulkan kita untuk yang kedua kalinya kalau tidak ada hal yang penting. Coba Albert jelaskan.” Kata Christi.

“Jadi begini kemarin malam aku bertemu dengan Sinka, entah itu hantu atau apa aku tidak mengerti tapi yang jelas aku bertemu dengan Sinka. Tapi saat aku mengejarnya kedalam hutan ia menghilang, apa ada yang sama denganku juga?” Kata Albertus.

“Aku juga. Dan dia mengatakan sesuatu tentangmu, Reno.” Kata Bimo.

“Apa itu?” Tanya Reno.

“Dia bilang kalau kau menjijikan, dia sangat benci padamu, dan dia tak ingin bertemu denganmu.” Kata Bimo.

“Hah? Tidak aku tidak pernah bilang begitu, dan akupun baru bertemu Bimo, Christi, dan juga Jinan baru sekarang. Bagaimana mungkin aku bisa mengatakan sesuatu kepada Bimo.” Kata Sinka.

            Reno hanya mengangguk saja yang artinya ia percaya kepada Sinka, karena kalau ia menjawab Sinka pasti yang lain akan mengira Sinka ada disekitar mereka juga.

“Baiklah kalau memang begitu aku akan merencanakan sesuatu. Aku akan mewujudkan permintaan terakhir Sinka.” Kata Reno.

“Maksudmu membuat kembang api besar?” Tanya Jinan.

“Ya, aku akan menebus kesalahanku. Sebenarnya saat itu aku ingin meminta maaf padanya. Namun semua sudah terlambat sampai Christi datang membawa kabar duka itu.” Kata Reno.

“Aku tidak ikut. Aku pulang.” Kata Bimo.

            Setelah semua bubar dan hanya tertinggal Albertus dan Reno saja, berikut Sinka yang tidak bisa terlihat. Albertus merasa aneh dengan Reno.

“Ren, apa kamu yakin mau membuat kembang api besar? Dana darimana? Bukankah kita sudah pernah membicarakannya ya?” Kata Albertus.

“Bukan. Hal itu memang aku akan membuatnya dan aku akan bekerja paruh waktu untuk mengumpulkan uangnya. Tapi ada satu rencana lain yang ingin aku laksanakan, dan aku butuh kau.” Kata Reno.

“Rencana? Rencana apa?” Tanya Albertus.

“Kemarin kamu bilang kemarin malam kamu bertemu Sinka kan? Dan tadi Bimo bilang ia juga bertemu Sinka. Yang kamu temui itu bukanlah Sinka. Sinka bilang padaku kalau ia baru bertemu kamu, saat kamu menemuiku ditaman kemarin. Dan yang Bimo bilang juga berbohong, Sinka bilang ia baru bertemu Bimo barusan saja. Ada yang aneh disini.” Jelas Reno.

“Jadi, kamu berniat untuk mencaritahu siapa sebenarnya yang menghantuiku?” Tanya Albertus.

“Tepat sekali. Dan aku mencurigai Bimo. Aku akan mengajak Christi dan Jinan juga. Tapi ingat jangan sampai Bimo tahu.” Kata Reno.

“Baiklah aku ikut saja.”

            Setelah Reno menjelaskan kepada Christi dan Jinan dan akhirnya mereka pun mau ikut, malam ini mereka akan menyelidiki siapa sebenarnya yang menghantui Albertus.

“Apa kamu yakin, Reno mencurigai Bimo?” Tanya Sinka.

“Iya, aku mencurigai dia. Entah kenapa aku mempunyai firasat yang kuat terhadap Bimo. Kamu mau ikut?” Tanya Reno.

“Iya, aku ikut. Aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.” Kata Sinka.

            Malampun tiba, dan Reno memulai pengintaiannya bersama yang lainnya. Albertus menjadi pancingan, ia keluar markas pada pukul 23.00 dan saat itu juga ia melihat sosok itu lagi.

“Sinka? Sinka tunggu!” Teriak Albertus.

“Itu kode dari Albertus! Ayo kita kejar!” Kata Reno yang langsung mengejar.

“Kalian berdua ke sebalah Timur, aku dan Reno ke arah Barat.” Kata Albertus.

“Baik.” Kata Christi dan Jinan.

            Reno dan Albertus tidak mendapatkan apa-apa, tapi Christi dan Jinan tak lama kemudian berteriak.

“Nah! Dengan tubuh besarmu kamu tidak akan bisa mengelabui kami!” Kata Christi dan Jinan sambil mengejar seseorang yang menyamar menjadi Sinka tersebut.

            Seseorang yang menyamar itupun terjatuh karena tersandung akar pohon dan ternyata dia adalah.

“Bimo!? Apa-apaan kamu ini?” Kata Christi yang terheran-heran.

“Bimo? Kenapa?” Tanya Reno.

“Kenapa? Kenapa kamu bilang? Ini semua karena aku! Aku menyesal! Aku sungguh menyesal!” Kata Bimo sambil menangis.

“Apa maksudmu Bimo?” Tanya Albertus.

“Jadi begini, sewaktu Sinka mengejar Reno kedalam hutan aku mengejarnya. Dan aku menemukannya di pinggir jurang. Aku hanya mengatakan isi hatiku ‘Sinka, sudah lupakan saja Reno. Ini, ambilah. Aku berikan ikat rambut ini untuk.... Sinka yang aku sayang’ tetapi ia berkata ‘Maaf tapi aku harus menemukan Reno.’ dan ia langsung pergi meninggalkanku. Lalu saat itulah tiba-tiba aku mendengar kalian di pinggir jurang. Dan ternyata Sinka sudah tidak ada. Ini semua adalah salahku...” Kata Bimo yang merasa sangat amat bersalah.

            Sinka yang berada disana pun ikut terharu, ia berinisiatif menyalakan sebuah kembang api membentuk sebuah angka 8.

“Itu! Itu simbol Super Beast kan? Angka 8 yang artinya tidak ada putusnya, atau persahabatan kita akan selalu abadi.” Kata Albertus.

            Reno yang melihat Sinka menyalakan kembang api-pun hanya terdiam. Lalu Sinka menghampiri Reno dan membisikkan seuatu.

“Bimo, Sinka bilang ‘Terimakasih atas ikat rambutnya. Semua ini bukan salahmu. Aku percaya padamu’.” Kata Reno.

“Sinka ada disini!? Kamu tidak berbohong kan? Sinka ada disini? Sinka! Maafkan aku Sinka, maafkan aku.” Kata Bimo sambil menangis tersedu-sedu karena merasa bersalah.

            Malam itupun berlangsung sangat dramatis. Bimo pun sudah merasa baikkan walaupun bukan Sinka langsung yang mengucapkan kata-kata tersebut.

“Malam ini sangat melelahkan, lelah fisik maupun jiwa. Aku harus segera beristirahat untuk besok.” Kata Reno sambil merebahkan tubuhnya di kasur.

“Memangnya mau kemana kamu besok?” Tanya Sinka.

“Ah kamu ini mengagetkan saja, lagipula kan ini kamarku. Besok aku akan mulai bekerja untuk mengumpulkan uang.” Kata Reno.

“Yaampun ternyata kamu sebegitu seriusnya untuk mewujudkan mimpi ku.” Kata Sinka.

“Ohiya aku mau tanya, apa saat aku mengabulkan permintaan terakhirmu, kamu akan menghilang?” Tanya Reno.

“Yah kupikir mungkin akan seperti itu, setelah permintaanku yang terakhir dikabulkan mungkin aku akan isirahat dengan tenang. Apa kamu menginginkanku untuk menghilang?” Tanya Reno.

            Dan ternyata Reno pun sudah tertidur di kasurnya.

“Dasar. Selalu saja tertidur disaat yang tidak tepat.” Kata Sinka sambil menyelimuti Reno.

            Keesokan harinya Reno pun memulai pekerjaannya di sebuah proyek perumahan. Ia bekerja sangat keras karena tekadnya yang ingin mewujudkan permintaan terakhir Sinka. Di lain sisi teman-temannya pun ikut membantu.

“Christi, apa menurutmu semua ini sepenuhnya salah Reno? Atau salah Bimo?” Tanya Jinan kepada Christi yang saat itu mereka sedang duduk berdua di taman.

“Apa maksudmu Jinan? Jangan bilang kalau kamu juga menyalahkan dirimu sendiri atas kematian Sinka juga.” Kata Christi.

“Jadi begini, waktu itu saat Sinka ingin mengejar Reno keluar lalu si Bimo ikut mengejar Sinka keluar bukan? Disitu aku berusaha mencegahnya. ‘Bimo! Sudah tidak usah kamu kejar, itu semua akan sia-sia’ tetapi Bimo hanya diam sambil menggenggam ikat rambut yang ingin ia beri kepada Sinka. Saat itu juga Bimo menghiraukan aku dan langsung mengejar Sinka. Kalau saja sewaktu itu aku berhasil mencegah Bimo untuk mengejar Sinka pasti tidak akan seperti ini kejadiannya.” Kata Jinan sambil meneteskan air matanya dipelukan Christi.

“Jinan, sudahlah ini bukan salahmu. Kurasa disini kita semua tidak ada yang salah. Kematian itu bukanlah disebabkan oleh manusia, ya walaupun ada beberapa penyebabnya adalah manusia itu sendiri. Tapi kembali lagi, ini semua adalah kehendak Tuhan. Sudahlah jangan menangis lagi.” Kata Christi sambil memeluk Jinan dan mencoba menenangkan Jinan.

            Satu minggu sudah Reno bekerja di proyek perumahan, dan sudah berhasil mengumpulkan uang sebanyak 3 juta rupiah, masih kurang sangat banyak untuk bisa membuat kembang api yang besar.

            Di minggu berikutnya Reno ikut bekerja dimana Christi juga bekerja, yakni di toko CD game, walaupun ia tahu hasilnya tidak seberapa tapi setidaknya Reno bisa mengumpulkan beberapa uang.

“Bukankah kerjamu sudah berakhir ya? Sekarang kamu mau kemana?” Tanya Sinka.

“Aku ingin bekerja di toko CD game yang ada di seberang, kudengar Christi juga bekerja disana.” Kata Reno.

“Lho apa uangmu belum cukup?” Tanya Sinka.

“Kurasa segini belum cukup, aku harus membuatmu senang bukan? Jadi aku berusaha sebisa ku. Sudah ya aku berangkat!” Kata Reno.

            Sinka hanya diam dan terharu mendengar ucapan Reno, dan melihat tekad Reno yang begitu besar.

            Saat Reno sampai di toko CD game.

“Reno, apa kamu merasa ada sesuatu yang aneh?” Tanya Christi.

“Aneh? Aneh bagaimana?” Kata Reno yang kebingungan.

“Dulu aku bertanya tentang perasaanmu kepada Christi. Lalu kamu menjawabnya dan lari kedalam hutan, Sinka mengejarmu. Apa kamu rasa akulah semua penyebab ini?” Kata Christi.

            Reno seketika tertunduk diam.

“Iya kan, kalau saja aku saat itu tidak menanyakan hal tersebut semua itu tidak akan terjadi. Jujur aku sangat amat suka denganmu. Aku menanyakan hal itu karena aku memang ingin tahu apakah kamu juga menyukaiku atau tidak. Tapi semua itu hanya membawa petaka.” Kata Christi sambil menangis.

“Ayolah sudah, diluar ada pelanggan. Aku mau kel...”

“Reno! Aku minta maaf, ini semua salahku. Seharusya kata-kata itu tidak keluar dari mulutku. Aku benar-benar teman yang payah. Aku tidak seharusnya seperti ini. Reno, sampaikan kepada Sinka perintaan maafku.” Kata Christi yang memotong perkataan Reno sambil menangis.

            Reno hanya diam. Ia menghiraukan apa yang dikatakan Christi dan langsung keluar melayani pelanggan.

            2 minggu sudah Reno bekerja di toko CD game tersebut, ia mendapatkan hasil yang tidak seberapa. Akhirnya ia memberanikan diri menuju toko kembang api yang berada di dekat rumah, ia berani membawa uang yag tidak seberapa ke toko tersebut.

“Paman tolonglah! Ini sudah ada 4.5 juta, sisa 1 jutanya akan segera kubayarkan, aku akan bekerja lagi sekeras mungkin. Paman tolonglah buatkan aku kembang api yang besar, aku akan membantu membuatnya juga.” Kata Reno sambil bersujud memohon kepada paman tersebut.

“Sudahlah bangun, nak. Baiklah akan kubuatkan kembang api yang besar. Aku melihat tekadmu cukup kuat untuk mengabulkan permintaan seseorang. Lagipula 1jutanya sudah lunas. Jadi besok kita akan mulai membuat kembang apinya.” Kata paman penjaga toko.

“Hah? Lunas? T-terimakasih paman! Terimakasih banyak! Baik, besok aku akan kesini membantu paman membuat kembang api!” Kata Reno.

            Siang itu juga Reno, Bimo, Albertus, Christi, dan Jinan berkumpul di markas.

“Jujur, kalian kan yang membantuku membayar kembang api paman itu?” Tanya Reno.

“Ayolah kita ini kan sahabat, semua bebanmu adalah beban kita juga!” Kata Albertus.

“Tapi aku tidak butuh bantuan dan lagipula aku tidak ingin menyusahkan kalian, dan aku juga bingung bagaimana mengembalikan uang kalian.” Kata Reno.

“Sudah tidak usah malu-malu atas bantuan kami, dan kita juga tidak minta ganti.” Kata Bimo.

“Terimakasih banyak teman-teman.” Kata Reno.

“Bukan hanya itu, besok pun kita juga akan membantu membuatkan kembang api ke toko kembang api di dekat rumahmu!” Kata Christi.

            Keesokan harinya Reno, Bimo, Christi, Jinan berikut Sinka pun menuju ke toko kembang api dan sesegera mungkin membuat kembang api besar itu.

“Sinka sangat senang kita bisa berkumpul lagi seperti ini, seperti mengenang masa kecil.” Kata Reno.

“Apa Sinka ada disini?” Tanya Albertus.

“Iya, dia ada di belakangmu sekarang.” Kata Reno.

            Sinka pun menggaruk punggung Albertus yang berarti dia memberitahu bahwa ada dia dibelakang Albertus.

“Waaaa!!! Dia menggaruk punggungku barusan!” Kata Albertus.

“Jadi ternyata benar Sinka ada disini?” Tanya Bimo.

“Aku rasa aku harus pulang sekarang, ada pekerjaan yang ingin aku selesaikan.” Kata Christi yang langsung bergegas pulang.

“Aku juga harus segera pulang, ada kursus hari ini.” Kata Bimo.

“Ada apa dengan mereka berdua?” Tanya Sinka.

            Di kereta Bimo ternyata mengikuti Chroisti pulang.

“Jadi kamu masih merasa kalah dengan Sinka ya? Sejak dulu sudah terlihat kalau kamu suka dengan Reno.” Kata Bimo yang duduk dihadapan Christi.

“Ah. Tidak juga. Apa yang kamu bicarakan, aneh-aneh saja.” Kata Chisti.

“Sudah tidak usah mengelak. Bagaimana kalau kamu menjadi pacarku saja?” Tanya Bimo.

“Ah sudah sampai! Maaf aku harus turun.” Kata Christi yang langsug turun dari kereta.

            Di lain tempat Reno, Albertus, dan Jinan masih mengerjakan kembang apinya sampai selesai.

“Ah aku tahu, bagaimana kalau malam ini kita membuat pesta perpisahan untuk Sinka di markas? Bagaimana? Kita mengenang masa kecil kita dulu.” Kata Albertus.

“Aku setuju, Jinan cepat hubungi Christi dan Bimo beritahu nanti malam kita akan berkumpul di markas.” Kata Reno.

“Baik.” Jinan pun langsung menghubungi Bimo dan Christi, dan mereka berdua pun setuju untuk ikut berkumpul nanti malam.

            Malam harinya mereka pun berkumpul di markas.

“Baiklah malam ini kita akan menyambut bintang kita malam ini. Kita sambut SINKA!!” Kata Albertus yang seolah-olah Sinka terlihat.

“Yaampun kalian sampai sebegininya, aku sangat senang sekali. Ini persis seperti masa kecil kita dulu.” Kata Sinka.

“Sinka sangat senang, dia bilang kalau ini persis seperti kita mengulang masa kecil kita.” Kata Reno.

“Reno, apa kamu yakin setelah kita menyalakan kembang apinya besok Sinka akan menghilang?” Tanya Bimo.

            Semuanya pun terdiam, mereka semua berfikir apakah yang dikatakan Bimo benar.

“Aku yakin bukan cuman itu yang diharapkan oleh Sinka. Kamu ingat bukan di posisi seperti sekarang ini, di tempat ini. Christi ayo ulangi perkataanmu.” Kata Bimo.

“Apa maksudmu?” Kata Christi.

“Sudahlah Bim...” Belum selesai Jinan berbicara Bimo langsung memotongnya.

“Cepat katakan Christi! Itu lah yang diinginkan Sinka sekarang ini!” Kata Bimo.

            Christi pun terdiam sesaat. Dia berfikir. Dan tak lama kemudian.

“Sebenarnya aku tidak perduli. Tapi apakah kamu menyukai Sinka, Reno?” Kata Christi yang mengulangi perkataan sewaktu kecil.

“Aku...” Kata Reno yang masih setengah berfikir.

“Katakan... Katakan Reno... Ayo katakan.. Katakan...” Kata Albertus yang juga mengulangi perkataan masa kecilnya.

            Reno pun berlari keluar lagi, dan seketika Albertus mengentikannya.

“Mau kemana kau? Kau akan berlari lagi? Jika seperti ini masalah tidak akan selesai. Apa kamu akan terus lari dari masalah?” Kata Albertus.

            Reno pun berhenti didepan pintu markas. Dan ia melanjutkan pembicaraannya.

“Aku.. Aku menyukainya. Aku sangat menyukainya.” Kata Reno yang baru kali itu ia meneteskan air mata.

            Sinka yang berada diantara mereka pun mendengarnya. Sinka merasa sangat amat terharu.

“Terimakasih, Reno.” Kata Sinka.

            Malam itupun menjadi malam yang tidak pernah mereka semua lupakan. Semua perkataan dan permintaan maaf Reno sewaktu kecil secara tidak langsung sudah tersampaikan kepada Sinka.

“Reno apakah perkataanmu tadi itu benar?” Kata Sinka pada saat dijalan pulang.

“Iya, aku mana mungkin membohongi perasaanku sendiri apalagi dihadapanmu.” Kata Reno.

“Waaah aku senang sekali, terimakasih banyak ya sekali lagi.” Kata Sinka yang wajahnya terlihat sangat sumringah.

            Dilain waktu saat Christi dan Jinan pulang bersama.

“Christi, apa kamu sudah merasa lega?” Tanya Jinan.

“Ya, aku sudah merelakan Reno dengan Sinka.” Kata Christi.

“Sebetulnya aku juga sudah merelakan kamu dengan Bimo. Aku tidak apa-apa.” Kata Jinan.

“Ah tidak kok! Aku tidak akan berpacaran dengan Bimo. Tidak akan ada yang bisa menggantikan Sinka bukan? Begitu juga dengan Reno, menurutku tidak akan bisa ada yang menggantikan Reno. Dan kurasa menurutmu juga begitu kan? Tidak ada yang bisa menggantikan Bimo.” Kata Christi.

            Jinan hanya mengangguk kecil mendengar penjelasan sahabatnya tersebut, Jinan pun sadar bahwa mereka semua hanya akan selalu bersahabat.

            Keesokan harinya adalah hari yang ditunggu-tunggu. Christi dan Jinan mencoba mendatangi rumah Sinka dan meminta orang tua beserta kakaknya Sinka untuk datang nanti siang melihat kemabng api yang besar yang akan diluncurkn untuk Sinka.

“Selamat pagi!” Kata Christi sambil mengetuk pintu rumah Sinka.

“Pagi! Eh Christi dan Jinan, masuk silahkan.” Kata Naomi.

“Kak, apa ibu dan ayah kak Naomi ada? Ada yang ingin aku bicarakan.

            Mereka berdua pun berbicara dan menceritakan semua hal yang berhubungan dengan Sinka, termasuk permintaan terakhir Sinka yakni membuat kembang api yang besar. Tapi diluar ekspektasi, ibunda Sinka malah marah dan menyalahkan Chrisi dan Jinan dan juga semua yang berteman dengan Sinka waktu dulu.

“Bukankah ini semua salah kalian! Kenapa hanya anakku saja? Kenapa!?” Kata ibunda Sinka sambil menangis teringat anaknya.

“Bu, apa ibu tahu? Berat badanku turun 4 kilo lho. Ibu tidak tahu kan? Itu karena ibu tidak perduli.” Kata Naomi.

            Ibunda Sinka pun hanya terdiam sambil menangis memikirkan apa yang diucapkan oleh Naomi. Akhirnya Christi dan Jinan pun kembali pulang karena mereka merasa tidak bisa mengajak orang tua Sinka untuk melihat kembang api yang besar.

            Lalu sore harinya mereka pun berkumpul di taman dan mempersiapkan semuanya.

“Bagaimana? Sudah siap semua?” Kata paman yang ikut membantu.

“Siap paman!” Kata Albertus.

            Reno melihat Sinka yang berdiri dihadapan mereka semua. Sinka berdiri paling depan ia sangat bersemangat belihat kembag api tersebut.

            Tanpa disadari orangtua Sinka datang menyaksikan kembang api tersebut. Tapi saat kembang api ingin dinyalakan.

“Setelah kembang api itu dinyalakan, Sinka apa benar akan menghilang? Apa aku menginginkan Sinka menghilang? Aku bisa menghentikannya sekarang kalau aku mau. Ya. Aku harus menghentikannya. Sekarang!” Kata Reno dalam hati.

“Tungg...”

            Terlambat. Kembang api pun sudah dinyalakan dan sudah meluncur keatas dengan indahnya. Sinka terlihat sangat senang, terlihat dari wajahnya. Saat itu juga Reno melihat kearah Sinka namun anehnya Sinka tidak menghilang, ia tetap berdiri disana.

“Apa yang salah?” Kata Reno.

“Hah? Apa maksudmu?” Tanya Albertus.

“Sinka masih ada disini, dan dia masih berdiri tegak disini.” Kata Reno.

            Malam itupun mereka semua kembali ke markas, kecuali Sinka. Sinka diantar pulang kerumah Reno terlebih dahulu.

“Yaampun tega sekali aku diantar pulang duluan padahal mereka masih berkumpul.” Kata Sinka.

            Sinka melihat foto almarhum ibunda Reno yang berada di meja, ia pun mengingat apa yang ibunda Reno amanatkan kepada Sinka.

“Tante, apa tante tidak takut dengan penyakit tante?”

“Sinka, kalau ditanya takut atau tidak sudah pasti tante takut. Takut jika akan meninggalkan Reno terutama. Tapi Reno mengajarkan tante sesuatu. Sekarang tante tanya, apakah kamu pernah melihat Reno menangis?”

“Tidak pernah tante.”

“Nah itu dia, Reno tidak pernah menangis karena dia menahan emosinya. Ia akan terlihat terseyum didepan teman-temannya walaupun dia merasa sangat kesakitan. Karena itulah tante akan berjuang demi Reno. Tapi dilain sisi tante tidak ingin melihat Reno terus menahan emosinya. Kamu mau berjanji kepada tante?”

“Janji? Janji apa tante?”

“Janji kalau kamu suatu hari nanti akan membuat Reno menangis.”

“Hah? Kenapa aku harus membuat dia menangis? Bukankah dia orang yang kuat?”

“Seperti yang kubilang tadi, aku tak ingin melihat Reno terus menahan emosinya, itu tidak baik untuk psikis nya. Kamu tidak akan mengerti apa yang tante katakan, intinya kamu buatlah Reno menangis, tapi jangan sakiti dia.”

“Hm baik! Aku janji aku akan membuat Reno menangis dengan tidak menyakitinya! Aku akan tepati janjiku kepada tante!”

            Sementara itu di markas Reno ikut berkumpul dengan yang lainnya.

“Kawan-kawan, selama ini hanya aku yang bisa melihat dan berbicara dengan Sinka. Dan saat ini aku ingin kalian juga bisa melihat maupun berbicara dengan Sinka.” Kata Reno.

“Hah? Bagaimana bisa?” Tanya Albertus.

“Aku rasa itu tidak akan mungkin, kalau bukan Sinka sendiri yang ingin menunjukan wujudnya kepada kita.” Kata Bimo.

“Baiklah kalau begitu akan kubawa Sinka kesini sekarang juga, kalian tunggu disini ya!” Kata Reno yang bergegas pulang untuk menjemput Sinka.

“Aku harus membujuk Sinka untuk bisa dilihat oleh ssemuanya, aku ingin semuanya melihatmu, Sinka.” Kata Reno dlaam hati.

            Sesampainya dirumah reno melihat Sinka.

“Sinka! Sinka kamu kenapa!?” Kata Reno yang melihat Sinka tergeletak tak berdaya.

“R... Reno.. Ibumu..” Kata Sinka terbata-bata karena tubuhnya lemas.

“Ibu? Ada apa dengan ibuku!?” Tanya Reno.

            Reno melihat tangan Sinka sudah samar-samar mulai menghilang, dan Reno pun bergegas menggendong Sinka menuju markas.

“Sudah nanti saja menjelaskannya, aku ingin menunjukkan wujudmu pada yang lainnya.” Kata Reno sambil menggendong Sinka menuju markas.

            Sesampaiya dimarkas.

“Teman-teman ini dia Sinka!” Kata Reno sambil menurunkan Sinka dari gendongannya.

            Teman-teman yang lain terlihat bingung, karena mereka semua tidak melihat apa-apa.

“Reno, kita tidakmelihat apa-apa. Dimana Sinka?” Tanya Christi.

“Ini dia disi.... Sinka! Dimana dia? Sinka! Tadi aku letakkan dia disini tapi kenapa dia tidak ada sekarang?” Kata Reno yang tiba-tiba diapun ikut tidak bisa melihat Sinka.

“Reno cukup! Ayo kita cari kedalam hutan.” Kata Jinan.

            Mereka semua pun berlari ke hutan untuk mencari dan menemukan wujud Sinka. Tetapi padahal Sinka saat itu sedang berada di markas.

“Jadi, Reno sekarang sudah tidak bisa melihatku ya.” Kata Sinka yang lemas dan sudah mulai menghilang wujudnya.

“Sinka!! Sinka!!!” Mereka semua masih mencari Sinka di dalam hutan.

            Sampailah mereka di sebuah pohon besar, dan dibawah pohon itu mereka melihat sebuah diary kecil bergambarkan panda. Dan mereka tahu bahwa itu adaah diary milik Sinka sewaktu kecil.

“Albert, Bimo, Christi, Jinan! Lihat! Itu adalah diary Sinka, aku yakin dia ada disini!” Kata Reno.

“Sinka tolong biarkan kami melihatmu!” Kata Albertus.

“Sinka, biarkan aku melihatmu meskipun untuk terakhir kalinya!” Kata Bimo.

            Sinka pun akhirnya memperlihatkan wujudnya yang terduduk lemas dibawah pohon.

“Sinka!?”

“Itu Sinka!”

“Yaampun Sinka.”

“Sinka....”

            Semuanya melihat wujud Sinka yang cantik nan indah dengan balutan dress berwarna putih dengan corak biru.

“Sinka, ada apa denganmu? Kamu terlihat lemas sekali.” Kata Reno.

“Reno, akhirnya aku bisa mewujudkan impian ibumu. Ibumu memintaku untuk membuatmu menangis, dan ternyata aku berhasil. Dan lihat sekarang pun kamu menangis.” Kata Sinka yang sudah sangat lemas.

“Sinka aku mohon jangan menghilang, aku tidak ingin kamu menghilang untuk kedua kalinya!” Kata Reno.

“Maafkan aku, tapi memang sudah saatnya aku menghilang. Aku sangat berterimakasih kepada kalian. Albert.. Bimo... Christi.. Jinan... Terutama kamu, Reno.” Kata Sinka.

“SINKA!!!!” Saat Reno, Albert, Bimo, Christi, dan Jinan berteriak memanggil nama Sinka secara bersamaan, Sinka pun pergi menghilang. Dan dia meninggalkan beberapa secarik kertas yang ditujukan untuk masing-masing temannya.

Untuk Albert:
“Albert, aku senang melihatmu masih bahagia seperti dulu. Tapi aku tidak menyangka kalau kamu sekarang bisa gondrong. Terimakasih, dan selamat tinggal Albert.”

Untuk Christi:
“Christi, yaampun sahabat terbaikku aku tidak menyangka bisa melihatmu lagi, aku sangat senang bisa bertemu denganmu walau sesaat. Ingin rasanya ku peluk tubuhmu untuk menangis dipelukanmu. Terimakasih, dan selamat tinggal Christi.”

Untuk Jinan:
“Jinan, sifat cuekmu ternyata masih ada ya dan ku kira kamu ini orang yang tida bisa menangis hehe. Ternyata aku salah, kamu ini orang yang cuek namun juga bisa tersentuh, aku sayang padamu. Terimakasih, dan selamat tinggal Jinan.”

Untuk Bimo:
“Bimo, terimakasih atas kasih sayangmu untukku tapi maaf aku hanya bisa menganggapmu sebagai sahabat. Aku juga sangat berterimakasih atas ikat rambut yang kamu belum sempat berikan, simpan ya. Terimakasih, dan selamat tinggal Bimo.”

Untuk Reno:
“Reno,kamu adalah orang terbaik yang pernah aku temui, aku beruntung bisa bersahabat dan bersamamu selama ini. Dan yang paling terpenting aku berhasil membuat kamu menangis lho. Reno, aku juga menyukaimu, sangat amat menyukaimu mungkin kalau aku masih hidup aku ingin hidup bersamamu. Terimakasih, dan selamat tinggal Reno. Aku menyukaimu.”

            Setelah kejadian tersebut mereka semua sekarang tetap menjadi sahabat sejati, meskipun sekarang Reno dan Christi sudah mulai berpacaran dan Reno sekarang sudah mau bersekolah lagi. Sedangkan Bimo dan Jinan pun sekarang juga sudah bersama. Albertus, sekarang ia kembali tinggal bersama orang tuanya, dan dia sudah mulai bekerja di kantor besar.

“Seseorang yang sudah pergi sebenranya dia tidak akan pergi. Jika dia pergi dengan tenang dia akan reinkarnasi. Entah menjadi kucing, kumbang, benda, atau apapun. Termasuk bunga. Dan Sinka, adalah bunga yang akan terus menjadi bunga.”

TAMAT.

Created By: Fitriyanto (@Kentun666)
5 Maret 2016

Inspired by film ANOHANA.


0 komentar:

Posting Komentar