“Sudah belum!?”
“Belum!!”
“Sudah belum!?”
Seketika tak ada
jawaban lagi. Sinka pun mulai melanjutkan permainannya.
“Siap atau tidak aku datang!!”
Sinka Juliani, seorang
anak berumur 7 tahun yang cantik. Ia memiliki 5 sahabat sejati, Christi, Jinan,
Albertus, Bimo, dan Reno. Mereka selalu bermain bersama di hutan dekat rumah
mereka. Hutan tersebut memang tidak terlalu berbahaya karena hutan tersebut pun
pernah ditinggali oleh sepasang suami istri. Ketika sepasang suami istri itu
memutuskan untuk pindah akhirnya Sinka, Christi, Jinan, Albertus, Bimo, dan
juga Reno memutuskan untuk menjadikan bekas rumah tersebut sebagai markas
rahasia mereka untuk bermain bersama.
“Nah mulai sekarang inilah markas kita, dan mulai sekarang kita adalah
geng Super Beast! Bagaimana? Keren bukan?” Kata Reno.
“Aku setuju dengan nama dan tempat ini, cocok sekali nama Beast dengan
lokasi markas kita yang ada di hutan!” Jawab Bimo.
Sinka dan yang lainnya
pun ikut setuju, mereka semua bersahabat bersama, bermain bersama, tinggal
bersama di rumah markas mereka yang ada di hutan tersebut. Sampai suatu ketika
saat mereka semua sedang berkumpul di markas.
“Sebetulnya aku tidak begtu perduli dengan apa yang ingin aku tanyakan.
Tapi, Reno apa kamu suka dengan Sinka?” Tanya Christi.
Reno pun tidak bisa
menjawab, dia hanya diam dan menunduk saja. Ya, hanya itu yang bisa dilakukan
bocah berumur 7 tahun ketika ditanya tentang cinta.
“Ah bagaimana kalau kita main petak umpet saja?! Ayo kita keluar!” Kata
Reno mengalihkan pembicaraan.
“Weh Reno, kamu jangan mengalihkan pembicaraan, ayo jawab saja Reno
jawablah ayo jawaaabbb..” Kata Albertus meledek Reno.
“Iya jawablah, kalau kamu melarikan diri berarti kamu pemimpin geng
yang payah.” Kata Bimo.
“Hey sudah Albertus, Bimo! Kalian membuat Sinka dan Reno menjadi tidak
nyaman tahu!” Kata Jinan.
“Lagipula siapa juga yang suka dengan anak jelek ini!” Jawab Reno
sambil berlari keluar.
Seketika Sinka,
Christi, Jinan, Albertus, dan Bimo terdiam mendengar ucapan kasar Reno kepada
Sinka.
“Reno tunggu!” Kata Sinka sambil mengejar Reno keluar.
Reno pun berhenti di
sebuah pohon besar, ia duduk terdiam menyesali perbuatannya.
“Yaampun apa yang baru saja aku katakan. Seharusnya aku jujur dan tidak
boleh berkata seperti itu pada Sinka.” Kata Reno merenung.
Sementara itu Sinka
masih mencari Reno kesana-kemari. Berteriak memanggil nama Reno. Sampai saat
itu tiba. Christi menemukan Reno yang sedang duduk dibawah pohon dan langsung
memberitahu Reno tentang Sinka.
“Reno!! Reno!!! Sinka!!!” Kata Christi berlari-lari panik.
Christi pun mengajak
Reno menuju tebing yang ada di ujung hutan. Dan ternyata Sinka terjatuh di
tebing tersebut dan meninggal seketika. Reno, Albertus, Bimo, Christi, dan
Jinan menangis tersedu-sedu menangisi kepergian Sinka.
-----
13 tahun kemudian -----
“Christi, kita bisa bicara sebentar?” Kata Bimo.
“Ada apa?” Jawab Christi.
“Apa kamu masih memikirkan tentang dia?” Tanya Bimo.
“Dia? Siapa? Sinka? Bagaimanapun dia adalah sahabat kita.” Jawab
Christi.
“Kamu ini, masih saja tidak bisa melupakannya. Dia itu kan sudah lama
tiada.” Kata Bimo.
“Kamu sendiri masih menanyakannya, dasar. Sudah ya aku pulang duluan.”
Kata Christi.
Bimo dan Christi kini
sekolah di universitas yang sama. Universitas ternama di Jakarta.
“Kamu sedang membuat apa?”
Jinan hanya terdiam
menyelesaikan lukisannya.
“Oh, mengenang kisah masa kecil. Hari libur seperti ini masih saja kamu
mengikuti kelas melukis.” Kata guru melukis Jinan.
“Pak, manusia itu makhluk yang sangat amat kejam, ya?” Kata Jinan.
“Hm. Karena itulah kita diciptakan mempunyai akal dan fikiran. Untuk
bisa menghilangkan status ‘makhluk yang sangat kejam’” Kata guru lukis Jinan.
Jinan kini semenjak
putus sekolah di SMA ia melanjutkan kursus lukisnya, ia ingin meneruskan
impiannya menjadi pelukis sukses.
“Wah apakah ini game terbaru Attack on Titan ya? Waaah kamu hebat ya
bisa mendapatkan game ini dengan cepat.”
“Apa-apaan ini. Aku masih
bisa mendengar suaranya. Ah mungkin saja karena aku terlalu banyak main game,
dan sekarang aku lapar.” Kata Reno dalam hatinya.
Reno pun menuju dapur
dan memasak sebuah mie instan memakai telur.
“Waaah mie instan dengan telur, akan lebih enak jika telurnya setengah
matang. Kamu hebat juga ya dalam hal memasak!”
“Aku masih bisa
mendengarnya. Dan kali ini dia memujiku memasak padahal kan hanya masak mie
instan saja.”
Kata Reno dalam hatinya lagi.
Reno samar-samar
mendengar suara mirip sekali dengan suara Sinka, sampai pada akhirnya.
“WAAAHHHHHH!!!!!” Reno tersentak kaget ketika punggungnya disentuh oleh
seseorang padahal dirumah Reno ia hanya tinggal dengan ayahnya saja dan ayahnya
pun sedang bekerja.
Reno langsung berlari
menuju kamarnya lalu langsung dengan cepat menutup pintunya.
“Si-si-siapa diluar sana! Cepat jawab aku punya senjata!” Kata Reno
yang berada di dalam kamar.
“Yaampun kamu sudah melupakanku ternyata. Ini aku, Sinka Juliani.” Kata
Sinka.
“Si-si.... SINKA!? Yang benar saja! Sahabatku itu sudah meninggal 13
tahun yang lalu! Kamu jangan mengada-ngada! Dan kalaupun benar kamu Sinka cepat
pergi sana!” Kata Reno yang ketakutan dikamarnya.
“Baiklah. Maafkan aku karena telah membuatmu takut. Tapi akupun senang
bisa tahu kalau kabarmu baik-baik saja.” Kata Sinka yang sedikit sedih karena
diusir oleh Reno.
Tak lama kemudian Reno
pun memberanikan diri untuk keluar kamar, dan ia tidak melihat seorangpun dan
mendengar suara apapun. Sinka sudah pergi menuju rumahnya.
“Aku pulang!” Kata Sinka.
“Nah ini, mie instan dengan telur mata sapi setengah matangnya sudah
jadi!” Kata ibunda Sinka yang meletakkan makanan favorit Sinka di meja makan
sambil hanya melihat makanan favorit Sinka.
“Ayolah bu, ibu masih belum bisa melupakan Sinka, dia sudah tidak ada
bu!” Kata Naomi sambil membentak dan berjalan menuju kamarnya.
“Naomi jangan kasar pada ibumu!” Kata ayahanda Sinka.
Naomi adalah kakak
dari Sinka, dan ia pun sudah merelakan kepergian adiknya, Sinka. Namun,
ibundanya masih belum bisa merelakan kepergian Sinka.
“Ibu, aku disini. Aku senang melihat ibu sehat, dan juga ayah. Kak
Naomi, aku juga senang melihat kak Naomi lagi. Aku rindu kalian semua.” Kata
Sinka.
Reno yang tadi
ketakutan melihat Sinka, mie instannya menjadi kelebihan air dan alhasil tak
bisa dimakan. Reno pun keluar untuk membeli makanan, sesampainya di kedai
makanan ia bertemu seseorang.
“Reno?” Kata Albertus.
“Eh.. Maaf anda salah orang.” Jawab Reno.
“Nggak nih! Kamu Reno kan? Waaah gila pemimpin geng apa kabar? Waah
makin ganteng aja sekarang, eh kita main ke markas yuk?!” Ajak Albertus.
“Markas? Markas apa?” Tanya Reno.
“Ah bagaimana kamu ini masa lupa, markas geng Super Beast! Ayo ikutlah”
Kata Albertus.
Setelah mereka berdua
selesai membeli makanan, Albertus pun langsung mengajak Reno untuk pergi ke
markas bereka dahulu yang berada di hutan. Sesampainya disana.
“Waaah aku tidak menyangka bahwa tempat ini masih ada, kamu tinggal
disini Albert?” Tanya Reno.
“Iya, semenjak aku berpisah dengan orangtua ku, aku mencari tempat kost
tapi semuanya mahal dan aku teringat kalau kita punya tempat khusus disini maka
dari itu aku tinggal disini saja, gratis hehehe.” Jawab Albertus.
“Apa orangtua mu berpisah?” Tanya Reno.
“Ah! Tidak! Ada-ada saja kamu, bukan begitu maksudnya. Aku ingin
belajar mandiri maka dari itu aku mau nge-kost
tadinya, tapi yaa karna yang aku bilang tadi karena mahal jadi aku tinggal
disini, begitu.” Kata Albert.
“Ohh begitu, ku kira orangtua mu pisah. Ohiya kebetulan sekali aku
bertemu denganmu, ada yang ingin aku ceritakan.” Kata Reno.
“Ohiya? Apa itu? Apa soal perempuan?” Tanya Albertus penasaran.
“Bukan.” Jawab Reno.
“Lalu?”
“Ini soal Sinka.” Kata Reno.
“APA!? SINKA KATAMU!?” Tanya Albertus dengan sangat terkejut.
Reno hanya mengangguk
perlahan saja.
“Si-sin.. Sinka Juliani? Sahabat kita dulu? Bukankah dia sudah...”
“Iya dia memang sudah meninggal, tapi percaya atau tidak barusan saja
sebelum aku membeli makan aku didatangi oleh Sinka, entah itu hanya hantu,
halusinasi, ataupun beneran Sinka.”
Jelas Reno.
“Apa yang kamu katakan ini sungguhan kan? Bukan hanya cerita belaka?”
Tanya Albertus.
“Aku tidak akan pernah main-main kalau aku cerita tentang sahabatku.”
Kata Reno.
“Baiklah kalau begitu besok aku akan mengumpulkan Bimo, Christi, dan
Jinan di cafe seberang. Kita akan membicarakannya sama-sama.” Kata Albertus.
“Kamu sudah bertemu dengan mereka?” Tanya Reno.
“Yaa beberapa waktu lalu aku bertemu Christi dan Bimo, mereka satu
kampus. Sedangkan Jinan aku bertemu saat ia sedang menunggu bis.” Kata
Albertus.
“Yasudah aku pamit pulang dulu, besok jam 10 pagi aku datang kesini
untuk bertemu mereka. Aku datang denganmu ya?” Kata Reno.
“Baiklah!”
Keesokan harinya
mereka pun berkumpul di salah satu cafe yang dekat dengan markas mereka,
tepatnya diseberang hutan.
“Christi apa kamu mau ikut pulang bersama kami?” Tanya teman sekelas
Christi.
“Ah kalian pulang duluan saja, ada yang ingin aku temui.” Kata Christi.
“Baiklah sampai nanti!”
Christi pun menuju
cafe tersebut, dan saat memasuki cafe tersebut Christi bertemu dengan Jinan
yang sedang sibuk dengan laptopnya.
“Jinan?” Sapa Christi.
“Duduklah.” Kata Jinan.
“Apa kamu diundang oleh Albert juga?” Tanya Christi.
“Iya seperti yang lainnya.” Jawab Jinan singkat.
“Huh kamu ini masih tidak berubah dengan sift cuekmu itu.” Kata
Christi.
Tak lama kemudian Bimo
datang, dan langsung duduk.
“Jadi kalian juga diundang ya? Ku kira hanya aku saja.” Kata Bimo.
Tak lama setelah Bimo
datang, Albertus pun masuk kedalam cafe.
“Waaahhhh Bimo sudah lama tidak bertemu, Christi dirimu semakin cantik
saja, dan waaah Jinan ah.. Kurasa tidak berubah sifat cuekmu itu ya.” Kata
Albertus.
“Wah Albert, sekarang kamu gendutan ya, tidak seperti dulu. Dan
sekarang gondrong bukan lagi Albert yang botak haha” Ledek Christi.
“Sudah-sudah tak perlu basa-basi ini dia pemimpin geng kita..
Reeeennnooooo!!” Kata Albertus sambil menyambut Reno di pintu masuk cafe.
“A-aku sepertinya ada tugas jadi aku langsung pamit pulang ya.” Kata
Reno sambil berjalan keluar lagi.
“Aduuuh nanti dulu apa-apaan kamu ini, apa kamu tidak rindu kepada
semua sahabatmu ini!?” Kata Albertus sambil menarik Reno kembali masuk kedalam
cafe.
“Oh jadi ini pemimpin geng kita. Seseorang yang tidak ingin sekolah.
Pemimpin macam apa ini.” Kata Bimo dengan kesalnya.
“Bimo! Apa yang kamu katakan!” Kata Christi.
“Apa!? Apa kalian tidak ingat? Gara-gara siapa Sinka meninggalkan kita
semua untuk selamanya!? Intropeksi dirilah dulu!” Kata Bimo sambil keluar
meninggalkan cafe.
Pertemuan yang
seharusnya menyenangkan malah menjadi petaka, karena Bimo menganggap biang
kerok semua ini adalah Reno, yang awalnya mencela Sinka sampai akhirnya Sinka
pergi ke hutan lalu jatuh kedalam jurang.
Christi, dan Jinan pun
ikut pergi tanpa sepatah katapun. Sedangkan Reno dan Albertus masih ada di
da;am cafe.
“Benar kan feeling ku. Pasti semua akan berantakan.” Kata Reno.
“Sudahlah, mungkin mereka masih emosi dan masih belum bisa melupakan
kejadian itu. Coba kamu jelaskan bagaimana kamu bisa didatangi oleh Sinka.”
Kata Albertus.
“Jadi begini, aku pernah mengingat sesuatu, permintaan terakhir dari
Sinka sehari sebelum dia pergi. Dia meminta kalau dia ingin sekali menyalakan
kembang api yang sangat besar. Kalian pun juga pasti tahu, dia sangat suka
dengan kembang api. Kurasa dia hanya ingin permintaan terakhirnya kita turuti.”
Jelas Reno.
“Tapi bukankah kembang api besar itu harganya tidak murah ya?” Kata
Albertus.
“Justru itu aku bingung sekarang harus bagaimana.”
Sementara Albertus dan
Reno membicarakan cara supaya bisa memuat kembang api yang besar, Bimo saat
perjalanan menuju pulang kerumah ia membeli sesuatu di toko baju. Dan anehnya
itu adalah toko baju wanita.
Saat pulang kerumah
Reno sudah tidak takut dan bahkan sudah terbiasa dengan kehadiran Sinka
dirumahnya.
“Aku pulang.” Kata Reno.
“Ah Reno! Kamu sudah pulang. Kamu darimana dan sedang bertemu siapa
tadi?” Tanya Sinka.
“Ah kamu ini, seperti seseorang yang penting saja, bertanya sampai
se-detail itu. Aku habis ada urusan. Ohiya, besok pagi aku ingin membeli roti.
Kamu mau ikut?” Kata Reno.
“Ah mau! Aku bosan dirumah mu terus.” Kata Sinka.
“Salahmu sendiri, sudah jelas kamu bisa kemana saja dan kapan saja yang
kamu mau dengan sekejap mata tapi kenapa kamu betah disini.” Kata Reno.
“Karena hanya kamu yang bisa melihat dan mendengarku.” Jawab Sinka.
Keesokan harinya saat
Reno dan Sinka pergi membeli sebuah roti, ditengah jalan Sinka melihat sebuah
papan iklan yang besar bergambarkan kembang api.
“Ah tunggu dulu Reno!” Kata Sinka sambil berlari mendekati papan iklan
tersebut.
“Yaampun indah sekali, aku ingat dulu aku pernah melihat pesta kembang
api bersama keluargaku. Kembang api itu indah sekali ya, tapi sayang hanya
sesaat saja munculnya.” Kata Sinka.
Setelah melihat papan
iklan lalu pergi membeli roti merekapun menuju sebuah toko hobi.
“Kenapa kita berhenti disini?” Tanya Sinka.
“Sudah kamu tunggu saja di sepeda, aku segera kembali.” Kata Reno
sambil berjalan menuju kedalam toko.
Saat Reno keluar dari
toko, ternyata Reno membelikan sesuatu untuk Sinka.
“Waaah yaampun kembang api, terimakasih banyak yaa aku sangat suka.”
Kata Sinka dengan perasaan yang amat senang karena dibelikan kembang api oleh
Reno.
Merekapun menuju taman
sambil beristirahat disana. Tak lama kemudian terdengar suara motor mendekat.
Dan ternyata itu adalah Albertus.
“Reno!! Reno!!!! RENO!!!!!!” Kata Albertus yang terburu-buru turun dari
motor langsung terburu-buru seperti ingin memberitahu sesuatu yang penting
kepada Reno.
“Waah Albert! Sudah lama tidak bertemu!” Kata Sinka sambil berlari yang
ingin memeluk Albertus. Tapi sayang, ia hanya bisa menembus tubuh Albertus.
“A-ada apa ini Albert? Kenapa kamu terburu-buru begitu?” Tanya Reno.
“Semalam aku bertemu dengan hantunya Sinka! Dia lewat didepan markas!”
Kata Albert.
“Hah? Bertemu aku? Tapi aku kan baru bertemu Albert sekarang.” Kata
Sinka yang terlihat kebingungan.
Reno pun juga ikut
bingung ketika Sinka bilang begitu, dan Reno pun mulai sadar memang benar yang
hanya bisa melihat dan mendengar Sinka hanya dirinya seorang.
“Bagaimana bisa kamu juga bertemu Sinka?” Tanya Reno.
“Iya semalam waktu aku sedang membuang sampah, tiba-tiba aku melihat
sesosok wanita didalam kegelapan dan wanita itu memakai pakaian seperti Sinka
dulu, dress putih dengan hiasan warna biru serta rambut panjangnya yang
terurai. Ini tidak bisa dibiarkan, aku harus menjelaskan kejadian ini kepada
semuanya.” Jelas Albert.
Setelah pertemuan
singkat itu mereka pun kembali kerumah masing-masing. Sesampainya Reno dirumah
ia masih bingung kenapa Albert bilang semalam ia bertemu dengan Sinka sedangkan
Sinka baru bertemu Albert siang ini.
Keesokan harinya
mereka berlima berkumpul di taman. Dan Albert mencoba menjelaskan dengan apa
yang dialaminya.
“Ada apa lagi ini? Jika tidak ada hal penting aku akan pergi sekarang.
Buang-buang waktuku saja.” Kata Bimo.
“Tunggu dulu, Bimo. Tahan emosimu, tidak mungkin Albert mengumpulkan
kita untuk yang kedua kalinya kalau tidak ada hal yang penting. Coba Albert
jelaskan.” Kata Christi.
“Jadi begini kemarin malam aku bertemu dengan Sinka, entah itu hantu
atau apa aku tidak mengerti tapi yang jelas aku bertemu dengan Sinka. Tapi saat
aku mengejarnya kedalam hutan ia menghilang, apa ada yang sama denganku juga?”
Kata Albertus.
“Aku juga. Dan dia mengatakan sesuatu tentangmu, Reno.” Kata Bimo.
“Apa itu?” Tanya Reno.
“Dia bilang kalau kau menjijikan, dia sangat benci padamu, dan dia tak
ingin bertemu denganmu.” Kata Bimo.
“Hah? Tidak aku tidak pernah bilang begitu, dan akupun baru bertemu
Bimo, Christi, dan juga Jinan baru sekarang. Bagaimana mungkin aku bisa
mengatakan sesuatu kepada Bimo.” Kata Sinka.
Reno hanya mengangguk
saja yang artinya ia percaya kepada Sinka, karena kalau ia menjawab Sinka pasti
yang lain akan mengira Sinka ada disekitar mereka juga.
“Baiklah kalau memang begitu aku akan merencanakan sesuatu. Aku akan
mewujudkan permintaan terakhir Sinka.” Kata Reno.
“Maksudmu membuat kembang api besar?” Tanya Jinan.
“Ya, aku akan menebus kesalahanku. Sebenarnya saat itu aku ingin
meminta maaf padanya. Namun semua sudah terlambat sampai Christi datang membawa
kabar duka itu.” Kata Reno.
“Aku tidak ikut. Aku pulang.” Kata Bimo.
Setelah semua bubar
dan hanya tertinggal Albertus dan Reno saja, berikut Sinka yang tidak bisa
terlihat. Albertus merasa aneh dengan Reno.
“Ren, apa kamu yakin mau membuat kembang api besar? Dana darimana?
Bukankah kita sudah pernah membicarakannya ya?” Kata Albertus.
“Bukan. Hal itu memang aku akan membuatnya dan aku akan bekerja paruh
waktu untuk mengumpulkan uangnya. Tapi ada satu rencana lain yang ingin aku
laksanakan, dan aku butuh kau.” Kata Reno.
“Rencana? Rencana apa?” Tanya Albertus.
“Kemarin kamu bilang kemarin malam kamu bertemu Sinka kan? Dan tadi
Bimo bilang ia juga bertemu Sinka. Yang kamu temui itu bukanlah Sinka. Sinka
bilang padaku kalau ia baru bertemu kamu, saat kamu menemuiku ditaman kemarin.
Dan yang Bimo bilang juga berbohong, Sinka bilang ia baru bertemu Bimo barusan
saja. Ada yang aneh disini.” Jelas Reno.
“Jadi, kamu berniat untuk mencaritahu siapa sebenarnya yang
menghantuiku?” Tanya Albertus.
“Tepat sekali. Dan aku mencurigai Bimo. Aku akan mengajak Christi dan
Jinan juga. Tapi ingat jangan sampai Bimo tahu.” Kata Reno.
“Baiklah aku ikut saja.”
Setelah Reno
menjelaskan kepada Christi dan Jinan dan akhirnya mereka pun mau ikut, malam
ini mereka akan menyelidiki siapa sebenarnya yang menghantui Albertus.
“Apa kamu yakin, Reno mencurigai Bimo?” Tanya Sinka.
“Iya, aku mencurigai dia. Entah kenapa aku mempunyai firasat yang kuat
terhadap Bimo. Kamu mau ikut?” Tanya Reno.
“Iya, aku ikut. Aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.” Kata
Sinka.
Malampun tiba, dan
Reno memulai pengintaiannya bersama yang lainnya. Albertus menjadi pancingan,
ia keluar markas pada pukul 23.00 dan saat itu juga ia melihat sosok itu lagi.
“Sinka? Sinka tunggu!” Teriak Albertus.
“Itu kode dari Albertus! Ayo kita kejar!” Kata Reno yang langsung
mengejar.
“Kalian berdua ke sebalah Timur, aku dan Reno ke arah Barat.” Kata
Albertus.
“Baik.” Kata Christi dan Jinan.
Reno dan Albertus
tidak mendapatkan apa-apa, tapi Christi dan Jinan tak lama kemudian berteriak.
“Nah! Dengan tubuh besarmu kamu tidak akan bisa mengelabui kami!” Kata
Christi dan Jinan sambil mengejar seseorang yang menyamar menjadi Sinka
tersebut.
Seseorang yang
menyamar itupun terjatuh karena tersandung akar pohon dan ternyata dia adalah.
“Bimo!? Apa-apaan kamu ini?” Kata Christi yang terheran-heran.
“Bimo? Kenapa?” Tanya Reno.
“Kenapa? Kenapa kamu bilang? Ini semua karena aku! Aku menyesal! Aku
sungguh menyesal!” Kata Bimo sambil menangis.
“Apa maksudmu Bimo?” Tanya Albertus.
“Jadi begini, sewaktu Sinka mengejar Reno kedalam hutan aku
mengejarnya. Dan aku menemukannya di pinggir jurang. Aku hanya mengatakan isi
hatiku ‘Sinka, sudah lupakan saja Reno.
Ini, ambilah. Aku berikan ikat rambut ini untuk.... Sinka yang aku sayang’
tetapi ia berkata ‘Maaf tapi aku harus
menemukan Reno.’ dan ia langsung pergi meninggalkanku. Lalu saat itulah
tiba-tiba aku mendengar kalian di pinggir jurang. Dan ternyata Sinka sudah
tidak ada. Ini semua adalah salahku...” Kata Bimo yang merasa sangat amat
bersalah.
Sinka yang berada
disana pun ikut terharu, ia berinisiatif menyalakan sebuah kembang api
membentuk sebuah angka 8.
“Itu! Itu simbol Super Beast kan? Angka 8 yang artinya tidak ada
putusnya, atau persahabatan kita akan selalu abadi.” Kata Albertus.
Reno yang melihat
Sinka menyalakan kembang api-pun hanya terdiam. Lalu Sinka menghampiri Reno dan
membisikkan seuatu.
“Bimo, Sinka bilang ‘Terimakasih atas ikat rambutnya. Semua ini bukan
salahmu. Aku percaya padamu’.” Kata Reno.
“Sinka ada disini!? Kamu tidak berbohong kan? Sinka ada disini? Sinka!
Maafkan aku Sinka, maafkan aku.” Kata Bimo sambil menangis tersedu-sedu karena
merasa bersalah.
Malam itupun
berlangsung sangat dramatis. Bimo pun sudah merasa baikkan walaupun bukan Sinka
langsung yang mengucapkan kata-kata tersebut.
“Malam ini sangat melelahkan, lelah fisik maupun jiwa. Aku harus segera
beristirahat untuk besok.” Kata Reno sambil merebahkan tubuhnya di kasur.
“Memangnya mau kemana kamu besok?” Tanya Sinka.
“Ah kamu ini mengagetkan saja, lagipula kan ini kamarku. Besok aku akan
mulai bekerja untuk mengumpulkan uang.” Kata Reno.
“Yaampun ternyata kamu sebegitu seriusnya untuk mewujudkan mimpi ku.”
Kata Sinka.
“Ohiya aku mau tanya, apa saat aku mengabulkan permintaan terakhirmu,
kamu akan menghilang?” Tanya Reno.
“Yah kupikir mungkin akan seperti itu, setelah permintaanku yang
terakhir dikabulkan mungkin aku akan isirahat dengan tenang. Apa kamu
menginginkanku untuk menghilang?” Tanya Reno.
Dan ternyata Reno pun
sudah tertidur di kasurnya.
“Dasar. Selalu saja tertidur disaat yang tidak tepat.” Kata Sinka
sambil menyelimuti Reno.
Keesokan harinya Reno
pun memulai pekerjaannya di sebuah proyek perumahan. Ia bekerja sangat keras
karena tekadnya yang ingin mewujudkan permintaan terakhir Sinka. Di lain sisi
teman-temannya pun ikut membantu.
“Christi, apa menurutmu semua ini sepenuhnya salah Reno? Atau salah
Bimo?” Tanya Jinan kepada Christi yang saat itu mereka sedang duduk berdua di
taman.
“Apa maksudmu Jinan? Jangan bilang kalau kamu juga menyalahkan dirimu
sendiri atas kematian Sinka juga.” Kata Christi.
“Jadi begini, waktu itu saat Sinka ingin mengejar Reno keluar lalu si
Bimo ikut mengejar Sinka keluar bukan? Disitu aku berusaha mencegahnya. ‘Bimo! Sudah tidak usah kamu kejar, itu
semua akan sia-sia’ tetapi Bimo hanya diam sambil menggenggam ikat rambut
yang ingin ia beri kepada Sinka. Saat itu juga Bimo menghiraukan aku dan
langsung mengejar Sinka. Kalau saja sewaktu itu aku berhasil mencegah Bimo
untuk mengejar Sinka pasti tidak akan seperti ini kejadiannya.” Kata Jinan
sambil meneteskan air matanya dipelukan Christi.
“Jinan, sudahlah ini bukan salahmu. Kurasa disini kita semua tidak ada
yang salah. Kematian itu bukanlah disebabkan oleh manusia, ya walaupun ada
beberapa penyebabnya adalah manusia itu sendiri. Tapi kembali lagi, ini semua
adalah kehendak Tuhan. Sudahlah jangan menangis lagi.” Kata Christi sambil
memeluk Jinan dan mencoba menenangkan Jinan.
Satu minggu sudah Reno
bekerja di proyek perumahan, dan sudah berhasil mengumpulkan uang sebanyak 3
juta rupiah, masih kurang sangat banyak untuk bisa membuat kembang api yang
besar.
Di minggu berikutnya
Reno ikut bekerja dimana Christi juga bekerja, yakni di toko CD game, walaupun
ia tahu hasilnya tidak seberapa tapi setidaknya Reno bisa mengumpulkan beberapa
uang.
“Bukankah kerjamu sudah berakhir ya? Sekarang kamu mau kemana?” Tanya
Sinka.
“Aku ingin bekerja di toko CD game yang ada di seberang, kudengar
Christi juga bekerja disana.” Kata Reno.
“Lho apa uangmu belum cukup?” Tanya Sinka.
“Kurasa segini belum cukup, aku harus membuatmu senang bukan? Jadi aku
berusaha sebisa ku. Sudah ya aku berangkat!” Kata Reno.
Sinka hanya diam dan
terharu mendengar ucapan Reno, dan melihat tekad Reno yang begitu besar.
Saat Reno sampai di
toko CD game.
“Reno, apa kamu merasa ada sesuatu yang aneh?” Tanya Christi.
“Aneh? Aneh bagaimana?” Kata Reno yang kebingungan.
“Dulu aku bertanya tentang perasaanmu kepada Christi. Lalu kamu
menjawabnya dan lari kedalam hutan, Sinka mengejarmu. Apa kamu rasa akulah
semua penyebab ini?” Kata Christi.
Reno seketika
tertunduk diam.
“Iya kan, kalau saja aku saat itu tidak menanyakan hal tersebut semua
itu tidak akan terjadi. Jujur aku sangat amat suka denganmu. Aku menanyakan hal
itu karena aku memang ingin tahu apakah kamu juga menyukaiku atau tidak. Tapi
semua itu hanya membawa petaka.” Kata Christi sambil menangis.
“Ayolah sudah, diluar ada pelanggan. Aku mau kel...”
“Reno! Aku minta maaf, ini semua salahku. Seharusya kata-kata itu tidak
keluar dari mulutku. Aku benar-benar teman yang payah. Aku tidak seharusnya
seperti ini. Reno, sampaikan kepada Sinka perintaan maafku.” Kata Christi yang
memotong perkataan Reno sambil menangis.
Reno hanya diam. Ia
menghiraukan apa yang dikatakan Christi dan langsung keluar melayani pelanggan.
2 minggu sudah Reno
bekerja di toko CD game tersebut, ia mendapatkan hasil yang tidak seberapa.
Akhirnya ia memberanikan diri menuju toko kembang api yang berada di dekat
rumah, ia berani membawa uang yag tidak seberapa ke toko tersebut.
“Paman tolonglah! Ini sudah ada 4.5 juta, sisa 1 jutanya akan segera
kubayarkan, aku akan bekerja lagi sekeras mungkin. Paman tolonglah buatkan aku
kembang api yang besar, aku akan membantu membuatnya juga.” Kata Reno sambil
bersujud memohon kepada paman tersebut.
“Sudahlah bangun, nak. Baiklah akan kubuatkan kembang api yang besar.
Aku melihat tekadmu cukup kuat untuk mengabulkan permintaan seseorang. Lagipula
1jutanya sudah lunas. Jadi besok kita akan mulai membuat kembang apinya.” Kata
paman penjaga toko.
“Hah? Lunas? T-terimakasih paman! Terimakasih banyak! Baik, besok aku
akan kesini membantu paman membuat kembang api!” Kata Reno.
Siang itu juga Reno,
Bimo, Albertus, Christi, dan Jinan berkumpul di markas.
“Jujur, kalian kan yang membantuku membayar kembang api paman itu?”
Tanya Reno.
“Ayolah kita ini kan sahabat, semua bebanmu adalah beban kita juga!”
Kata Albertus.
“Tapi aku tidak butuh bantuan dan lagipula aku tidak ingin menyusahkan
kalian, dan aku juga bingung bagaimana mengembalikan uang kalian.” Kata Reno.
“Sudah tidak usah malu-malu atas bantuan kami, dan kita juga tidak
minta ganti.” Kata Bimo.
“Terimakasih banyak teman-teman.” Kata Reno.
“Bukan hanya itu, besok pun kita juga akan membantu membuatkan kembang
api ke toko kembang api di dekat rumahmu!” Kata Christi.
Keesokan harinya Reno,
Bimo, Christi, Jinan berikut Sinka pun menuju ke toko kembang api dan sesegera
mungkin membuat kembang api besar itu.
“Sinka sangat senang kita bisa berkumpul lagi seperti ini, seperti
mengenang masa kecil.” Kata Reno.
“Apa Sinka ada disini?” Tanya Albertus.
“Iya, dia ada di belakangmu sekarang.” Kata Reno.
Sinka pun menggaruk
punggung Albertus yang berarti dia memberitahu bahwa ada dia dibelakang Albertus.
“Waaaa!!! Dia menggaruk punggungku barusan!” Kata Albertus.
“Jadi ternyata benar Sinka ada disini?” Tanya Bimo.
“Aku rasa aku harus pulang sekarang, ada pekerjaan yang ingin aku
selesaikan.” Kata Christi yang langsung bergegas pulang.
“Aku juga harus segera pulang, ada kursus hari ini.” Kata Bimo.
“Ada apa dengan mereka berdua?” Tanya Sinka.
Di kereta Bimo
ternyata mengikuti Chroisti pulang.
“Jadi kamu masih merasa kalah dengan Sinka ya? Sejak dulu sudah
terlihat kalau kamu suka dengan Reno.” Kata Bimo yang duduk dihadapan Christi.
“Ah. Tidak juga. Apa yang kamu bicarakan, aneh-aneh saja.” Kata Chisti.
“Sudah tidak usah mengelak. Bagaimana kalau kamu menjadi pacarku saja?”
Tanya Bimo.
“Ah sudah sampai! Maaf aku harus turun.” Kata Christi yang langsug
turun dari kereta.
Di lain tempat Reno,
Albertus, dan Jinan masih mengerjakan kembang apinya sampai selesai.
“Ah aku tahu, bagaimana kalau malam ini kita membuat pesta perpisahan
untuk Sinka di markas? Bagaimana? Kita mengenang masa kecil kita dulu.” Kata
Albertus.
“Aku setuju, Jinan cepat hubungi Christi dan Bimo beritahu nanti malam
kita akan berkumpul di markas.” Kata Reno.
“Baik.” Jinan pun langsung menghubungi Bimo dan Christi, dan mereka
berdua pun setuju untuk ikut berkumpul nanti malam.
Malam harinya mereka
pun berkumpul di markas.
“Baiklah malam ini kita akan menyambut bintang kita malam ini. Kita
sambut SINKA!!” Kata Albertus yang seolah-olah Sinka terlihat.
“Yaampun kalian sampai sebegininya, aku sangat senang sekali. Ini persis
seperti masa kecil kita dulu.” Kata Sinka.
“Sinka sangat senang, dia bilang kalau ini persis seperti kita
mengulang masa kecil kita.” Kata Reno.
“Reno, apa kamu yakin setelah kita menyalakan kembang apinya besok
Sinka akan menghilang?” Tanya Bimo.
Semuanya pun terdiam,
mereka semua berfikir apakah yang dikatakan Bimo benar.
“Aku yakin bukan cuman itu yang diharapkan oleh Sinka. Kamu ingat bukan
di posisi seperti sekarang ini, di tempat ini. Christi ayo ulangi perkataanmu.”
Kata Bimo.
“Apa maksudmu?” Kata Christi.
“Sudahlah Bim...” Belum selesai Jinan berbicara Bimo langsung
memotongnya.
“Cepat katakan Christi! Itu lah yang diinginkan Sinka sekarang ini!”
Kata Bimo.
Christi pun terdiam
sesaat. Dia berfikir. Dan tak lama kemudian.
“Sebenarnya aku tidak perduli. Tapi apakah kamu menyukai Sinka, Reno?”
Kata Christi yang mengulangi perkataan sewaktu kecil.
“Aku...” Kata Reno yang masih setengah berfikir.
“Katakan... Katakan Reno... Ayo katakan.. Katakan...” Kata Albertus
yang juga mengulangi perkataan masa kecilnya.
Reno pun berlari
keluar lagi, dan seketika Albertus mengentikannya.
“Mau kemana kau? Kau akan berlari lagi? Jika seperti ini masalah tidak
akan selesai. Apa kamu akan terus lari dari masalah?” Kata Albertus.
Reno pun berhenti didepan
pintu markas. Dan ia melanjutkan pembicaraannya.
“Aku.. Aku menyukainya. Aku sangat menyukainya.” Kata Reno yang baru
kali itu ia meneteskan air mata.
Sinka yang berada
diantara mereka pun mendengarnya. Sinka merasa sangat amat terharu.
“Terimakasih, Reno.” Kata Sinka.
Malam itupun menjadi
malam yang tidak pernah mereka semua lupakan. Semua perkataan dan permintaan
maaf Reno sewaktu kecil secara tidak langsung sudah tersampaikan kepada Sinka.
“Reno apakah perkataanmu tadi itu benar?” Kata Sinka pada saat dijalan
pulang.
“Iya, aku mana mungkin membohongi perasaanku sendiri apalagi
dihadapanmu.” Kata Reno.
“Waaah aku senang sekali, terimakasih banyak ya sekali lagi.” Kata
Sinka yang wajahnya terlihat sangat sumringah.
Dilain waktu saat
Christi dan Jinan pulang bersama.
“Christi, apa kamu sudah merasa lega?” Tanya Jinan.
“Ya, aku sudah merelakan Reno dengan Sinka.” Kata Christi.
“Sebetulnya aku juga sudah merelakan kamu dengan Bimo. Aku tidak
apa-apa.” Kata Jinan.
“Ah tidak kok! Aku tidak akan berpacaran dengan Bimo. Tidak akan ada
yang bisa menggantikan Sinka bukan? Begitu juga dengan Reno, menurutku tidak
akan bisa ada yang menggantikan Reno. Dan kurasa menurutmu juga begitu kan?
Tidak ada yang bisa menggantikan Bimo.” Kata Christi.
Jinan hanya mengangguk
kecil mendengar penjelasan sahabatnya tersebut, Jinan pun sadar bahwa mereka
semua hanya akan selalu bersahabat.
Keesokan harinya
adalah hari yang ditunggu-tunggu. Christi dan Jinan mencoba mendatangi rumah
Sinka dan meminta orang tua beserta kakaknya Sinka untuk datang nanti siang
melihat kemabng api yang besar yang akan diluncurkn untuk Sinka.
“Selamat pagi!” Kata Christi sambil mengetuk pintu rumah Sinka.
“Pagi! Eh Christi dan Jinan, masuk silahkan.” Kata Naomi.
“Kak, apa ibu dan ayah kak Naomi ada? Ada yang ingin aku bicarakan.
Mereka berdua pun
berbicara dan menceritakan semua hal yang berhubungan dengan Sinka, termasuk
permintaan terakhir Sinka yakni membuat kembang api yang besar. Tapi diluar
ekspektasi, ibunda Sinka malah marah dan menyalahkan Chrisi dan Jinan dan juga
semua yang berteman dengan Sinka waktu dulu.
“Bukankah ini semua salah kalian! Kenapa hanya anakku saja? Kenapa!?”
Kata ibunda Sinka sambil menangis teringat anaknya.
“Bu, apa ibu tahu? Berat badanku turun 4 kilo lho. Ibu tidak tahu kan?
Itu karena ibu tidak perduli.” Kata Naomi.
Ibunda Sinka pun hanya
terdiam sambil menangis memikirkan apa yang diucapkan oleh Naomi. Akhirnya
Christi dan Jinan pun kembali pulang karena mereka merasa tidak bisa mengajak
orang tua Sinka untuk melihat kembang api yang besar.
Lalu sore harinya
mereka pun berkumpul di taman dan mempersiapkan semuanya.
“Bagaimana? Sudah siap semua?” Kata paman yang ikut membantu.
“Siap paman!” Kata Albertus.
Reno melihat Sinka
yang berdiri dihadapan mereka semua. Sinka berdiri paling depan ia sangat
bersemangat belihat kembag api tersebut.
Tanpa disadari
orangtua Sinka datang menyaksikan kembang api tersebut. Tapi saat kembang api
ingin dinyalakan.
“Setelah kembang api itu
dinyalakan, Sinka apa benar akan menghilang? Apa aku menginginkan Sinka
menghilang? Aku bisa menghentikannya sekarang kalau aku mau. Ya. Aku harus
menghentikannya. Sekarang!” Kata Reno dalam hati.
“Tungg...”
Terlambat. Kembang api
pun sudah dinyalakan dan sudah meluncur keatas dengan indahnya. Sinka terlihat
sangat senang, terlihat dari wajahnya. Saat itu juga Reno melihat kearah Sinka
namun anehnya Sinka tidak menghilang, ia tetap berdiri disana.
“Apa yang salah?” Kata Reno.
“Hah? Apa maksudmu?” Tanya Albertus.
“Sinka masih ada disini, dan dia masih berdiri tegak disini.” Kata
Reno.
Malam itupun mereka
semua kembali ke markas, kecuali Sinka. Sinka diantar pulang kerumah Reno
terlebih dahulu.
“Yaampun tega sekali aku diantar pulang duluan padahal mereka masih
berkumpul.” Kata Sinka.
Sinka melihat foto
almarhum ibunda Reno yang berada di meja, ia pun mengingat apa yang ibunda Reno
amanatkan kepada Sinka.
“Tante, apa tante tidak
takut dengan penyakit tante?”
“Sinka, kalau ditanya takut
atau tidak sudah pasti tante takut. Takut jika akan meninggalkan Reno terutama.
Tapi Reno mengajarkan tante sesuatu. Sekarang tante tanya, apakah kamu pernah
melihat Reno menangis?”
“Tidak pernah tante.”
“Nah itu dia, Reno tidak
pernah menangis karena dia menahan emosinya. Ia akan terlihat terseyum didepan
teman-temannya walaupun dia merasa sangat kesakitan. Karena itulah tante akan
berjuang demi Reno. Tapi dilain sisi tante tidak ingin melihat Reno terus
menahan emosinya. Kamu mau berjanji kepada tante?”
“Janji? Janji apa tante?”
“Janji kalau kamu suatu hari
nanti akan membuat Reno menangis.”
“Hah? Kenapa aku harus
membuat dia menangis? Bukankah dia orang yang kuat?”
“Seperti yang kubilang tadi,
aku tak ingin melihat Reno terus menahan emosinya, itu tidak baik untuk psikis nya.
Kamu tidak akan mengerti apa yang tante katakan, intinya kamu buatlah Reno
menangis, tapi jangan sakiti dia.”
“Hm baik! Aku janji aku akan
membuat Reno menangis dengan tidak menyakitinya! Aku akan tepati janjiku kepada
tante!”
Sementara itu di markas
Reno ikut berkumpul dengan yang lainnya.
“Kawan-kawan, selama ini hanya aku yang bisa melihat dan berbicara
dengan Sinka. Dan saat ini aku ingin kalian juga bisa melihat maupun berbicara
dengan Sinka.” Kata Reno.
“Hah? Bagaimana bisa?” Tanya Albertus.
“Aku rasa itu tidak akan mungkin, kalau bukan Sinka sendiri yang ingin
menunjukan wujudnya kepada kita.” Kata Bimo.
“Baiklah kalau begitu akan kubawa Sinka kesini sekarang juga, kalian
tunggu disini ya!” Kata Reno yang bergegas pulang untuk menjemput Sinka.
“Aku harus membujuk Sinka
untuk bisa dilihat oleh ssemuanya, aku ingin semuanya melihatmu, Sinka.” Kata Reno dlaam hati.
Sesampainya dirumah
reno melihat Sinka.
“Sinka! Sinka kamu kenapa!?” Kata Reno yang melihat Sinka tergeletak
tak berdaya.
“R... Reno.. Ibumu..” Kata Sinka terbata-bata karena tubuhnya lemas.
“Ibu? Ada apa dengan ibuku!?” Tanya Reno.
Reno melihat tangan
Sinka sudah samar-samar mulai menghilang, dan Reno pun bergegas menggendong
Sinka menuju markas.
“Sudah nanti saja menjelaskannya, aku ingin menunjukkan wujudmu pada
yang lainnya.” Kata Reno sambil menggendong Sinka menuju markas.
Sesampaiya dimarkas.
“Teman-teman ini dia Sinka!” Kata Reno sambil menurunkan Sinka dari
gendongannya.
Teman-teman yang lain
terlihat bingung, karena mereka semua tidak melihat apa-apa.
“Reno, kita tidakmelihat apa-apa. Dimana Sinka?” Tanya Christi.
“Ini dia disi.... Sinka! Dimana dia? Sinka! Tadi aku letakkan dia
disini tapi kenapa dia tidak ada sekarang?” Kata Reno yang tiba-tiba diapun
ikut tidak bisa melihat Sinka.
“Reno cukup! Ayo kita cari kedalam hutan.” Kata Jinan.
Mereka semua pun
berlari ke hutan untuk mencari dan menemukan wujud Sinka. Tetapi padahal Sinka
saat itu sedang berada di markas.
“Jadi, Reno sekarang sudah tidak bisa melihatku ya.” Kata Sinka yang
lemas dan sudah mulai menghilang wujudnya.
“Sinka!! Sinka!!!” Mereka semua masih mencari Sinka di dalam hutan.
Sampailah mereka di
sebuah pohon besar, dan dibawah pohon itu mereka melihat sebuah diary kecil
bergambarkan panda. Dan mereka tahu bahwa itu adaah diary milik Sinka sewaktu
kecil.
“Albert, Bimo, Christi, Jinan! Lihat! Itu adalah diary Sinka, aku yakin
dia ada disini!” Kata Reno.
“Sinka tolong biarkan kami melihatmu!” Kata Albertus.
“Sinka, biarkan aku melihatmu meskipun untuk terakhir kalinya!” Kata
Bimo.
Sinka pun akhirnya
memperlihatkan wujudnya yang terduduk lemas dibawah pohon.
“Sinka!?”
“Itu Sinka!”
“Yaampun Sinka.”
“Sinka....”
Semuanya melihat wujud
Sinka yang cantik nan indah dengan balutan dress berwarna putih dengan corak
biru.
“Sinka, ada apa denganmu? Kamu terlihat lemas sekali.” Kata Reno.
“Reno, akhirnya aku bisa mewujudkan impian ibumu. Ibumu memintaku untuk
membuatmu menangis, dan ternyata aku berhasil. Dan lihat sekarang pun kamu menangis.”
Kata Sinka yang sudah sangat lemas.
“Sinka aku mohon jangan menghilang, aku tidak ingin kamu menghilang
untuk kedua kalinya!” Kata Reno.
“Maafkan aku, tapi memang sudah saatnya aku menghilang. Aku sangat
berterimakasih kepada kalian. Albert.. Bimo... Christi.. Jinan... Terutama
kamu, Reno.” Kata Sinka.
“SINKA!!!!” Saat Reno, Albert, Bimo, Christi, dan Jinan berteriak
memanggil nama Sinka secara bersamaan, Sinka pun pergi menghilang. Dan dia
meninggalkan beberapa secarik kertas yang ditujukan untuk masing-masing
temannya.
Untuk Albert:
“Albert, aku senang
melihatmu masih bahagia seperti dulu. Tapi aku tidak menyangka kalau kamu
sekarang bisa gondrong. Terimakasih, dan selamat tinggal Albert.”
Untuk Christi:
“Christi, yaampun sahabat
terbaikku aku tidak menyangka bisa melihatmu lagi, aku sangat senang bisa
bertemu denganmu walau sesaat. Ingin rasanya ku peluk tubuhmu untuk menangis
dipelukanmu. Terimakasih, dan selamat tinggal Christi.”
Untuk Jinan:
“Jinan, sifat cuekmu
ternyata masih ada ya dan ku kira kamu ini orang yang tida bisa menangis hehe.
Ternyata aku salah, kamu ini orang yang cuek namun juga bisa tersentuh, aku
sayang padamu. Terimakasih, dan selamat tinggal Jinan.”
Untuk Bimo:
“Bimo, terimakasih atas
kasih sayangmu untukku tapi maaf aku hanya bisa menganggapmu sebagai sahabat.
Aku juga sangat berterimakasih atas ikat rambut yang kamu belum sempat berikan,
simpan ya. Terimakasih, dan selamat tinggal Bimo.”
Untuk Reno:
“Reno,kamu adalah orang
terbaik yang pernah aku temui, aku beruntung bisa bersahabat dan bersamamu
selama ini. Dan yang paling terpenting aku berhasil membuat kamu menangis lho.
Reno, aku juga menyukaimu, sangat amat menyukaimu mungkin kalau aku masih hidup
aku ingin hidup bersamamu. Terimakasih, dan selamat tinggal Reno. Aku
menyukaimu.”
Setelah kejadian tersebut mereka semua sekarang tetap menjadi sahabat
sejati, meskipun sekarang Reno dan Christi sudah mulai berpacaran dan Reno
sekarang sudah mau bersekolah lagi. Sedangkan Bimo dan Jinan pun sekarang juga
sudah bersama. Albertus, sekarang ia kembali tinggal bersama orang tuanya, dan
dia sudah mulai bekerja di kantor besar.
“Seseorang yang sudah pergi sebenranya dia tidak akan pergi. Jika dia
pergi dengan tenang dia akan reinkarnasi. Entah menjadi kucing, kumbang, benda,
atau apapun. Termasuk bunga. Dan Sinka, adalah bunga yang akan terus menjadi
bunga.”
TAMAT.
Created By: Fitriyanto (@Kentun666)
5 Maret 2016
Inspired by film ANOHANA.
0 komentar:
Posting Komentar